JAKARTA—Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengeluhkan harga lahan di kawasan industri di Jawa yang terus menanjak tinggi dan menggerus daya saing.
Airlangga mengatakan tingginya harga lahan di kawasan industri (KI) membuat industri kecil dan menengah (IKM) sulit untuk menembus masuk wilayah itu. Padahal, KI menawarkan fasilitas produksi yang dapat memudahkan pelaku IKM dan industri padat karya meningkatkan efisiensi.
“Harga lahan tinggi ini jadi tantangan karena IKM jadi sulit masuk KI, akhirnya mereka berseliweran di luar. Ini jadi ada dampak lingkungannya, misalnya masalah waste. Kalau di luar KI, kerap ada keluhan masyarakat terkait final treatment dari produk akhir,” ujar Airlangga, Selasa (9/5).
Harga lahan KI di luar Jawa pun sudah mulai meningkat. Menurut data Collier International Indonesia, tingkat penyerapan lahan di KI berangsur menunjukkan penurunan sejak 2011.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar menyampaikan faktor utama kenaikan harga lahan adalah ulah spekulan yang menjual tanah dengan harga tinggi pada perusahaan pengelola KI.
“Kami juga lelah menghadapi spekulan itu. Harapan kami, pemerintah bisa lebih mengatur regulasi terkait pengadaan lahan. Memang ranah soal ini lebih banyak di ATR [Kementerian Agraria dan Tata Ruang],” jelas Sanny.
Data Jetro Internasional menunjukkan harga lahan KI di Jabodetabek sudah mencapai US$220 per meter persegi, di atas harga lahan di Bangkok, Kuala Lumpur, Mumbai, dan Shanghai. Adapun harga lahan di Singapura mencapai kisaran US$189—US$651,21 per meter persegi dan Seoul US$267 per meter persegi.
Airlangga menyebut pihaknya telah menyampaikan pada Kementerian ATR untuk mempertimbangkan pelarangan jual-beli tanah di wilayah yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan industri.