Bisnis.com, JAKARTA - Ketersediaan lahan dan benih menjadi kendala bagi importir jika kewajiban tanam bawang putih diterapkan. Untuk itu, Kementerian Pertanian perlu memastikan kesiapan lahan dan benih sebelum aturan itu berjalan.
Kewajiban tanam bawang putih bagi importir tertuang dalam draft revisi Permentan No. 86 Tahun 2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Dalam revisi itu, bawang putih akan masuk ke daftar komoditas Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Untuk menggenjot produksi dalam negeri, importir dikenakan kewajiban tanam bawang putih sebanyak 5% dari volume permohonan RIPH per tahun.
Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBPI) Piko Nyoto Setiadi mengapresiasi upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri. Namun, pelaku usaha meminta pemerintah memberikan waktu jeda sebelum kewajiban ini diterapkan penuh.
Jeda waktu yang diperkirakan selama dua tahun itu untuk menyiapkan kebutuhan lahan, benih, serta membangun pola kemitraan dengan petani. "Perlu dukungan dari pemerintah. Mengingat di Indonesia cukup panas, sementara di negara asal [China] cukup dingin. Kami perlu menemukan benih yang tepat dengan iklim di sini. Begitu pula lahan yang tepat," imbuhnya.
Piko menyampaikan importir siap melakukan kemitraan dengan petani bawang putih yang kini banyak beralih pada komoditi lain. Dengan demikian, upaya pemerintah untuk menggalakan tanam bawang putih dapat tercapai. Selama ini, rata-rata impor bawang putih sebanyak 450.000 ton per tahun, yang banyak didatangkan dari China.
Kementerian Pertanian memperkirakan impor bawang putih pada 2018 sebanyak 480.000 ton. Ini untuk menutupi kebutuhan nasional sebanyak 500.000 ton per tahun, tetapi baru dapat dipenuhi dari dalam negeri sebanyak 20.000 per tahun.