Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri tekstil mengeluhkan biaya listrik yang begitu tinggi. Padahal, biaya produksi industri itu sangat bergantung kepada tarif listrik.
“Harga energi bagi kita sangat penting,” ujar Manajer PT Asia Pacific Fibers Suresh Kabra, Kamis (4/5).
Suresh menyatakan komponen biaya listrik menyentuh 55% dari keseluruhan biaya produksi. Perseroan, kata dia, setiap jamnya mengkonsumsi listrik sebanyak 10 megawatt. Seluruh pasokan listrik itu diperoleh dari PLN. “Bayangkan saja, 100% kami suplai listrik dari PLN. Harganya tinggi sekali dan kualitasnya sering mengalami gangguan.”
Bagi dia, harga energi menjadi sangat penting dalam kegiatan produksi tekstil. Penggunaan listrik tersebar untuk kebutuhan operasional mesin, kompresor, dan lighting. Dalam 1 bulan, satu pabrik dapat memakan biaya listrik sampai Rp30 miiliar. “Maka bagi kami, penggunaan energi yang efisien menjadi penting untuk menekan biaya.”
Dia menyatakan sudah mencoba mengefisiensikan sistem utilisasi tanpa menambah biaya investasi baru. Hasilnya, penghematan yang dilakukan dapat meredam biaya listrik sebesar 1%. "Nilai itu lumayan untuk sedikit meningkatkan profitabilitas tanpa biaya tinggi.”
Suresh menyatakan perseroan tertarik untuk menggunakan panel surya. Asalkan pemerintah tak menerapkan regulasi yang berbelit.
Perusahaan penyedia layanan ujicoba, sertifikasi, dan pelatihan PT TUV SUD Indonesia melihat industri, termasuk tekstil dan alas kaki yang sangat padat modal dan mengonsumsi energi dalam jumlah besar.
Deputi General Manager PT TUV SUD Indonesia Arief Ariyana mengungkapkan secara umum industri menghabiskan lebih dari 50% biaya produksi untuk tagihan listrik.