Bisnis.com, JAKARTA - Impor daging kerbau asal India memukul para peternak sapi rakyat dan jagal hingga terancam kolaps usai Lebaran Haji mendatang. Kondisi ini diyakini karena lemahnya pengawasan terhadap distribusi daging beku asal India yang telah masuk ke pasar becek dan daerah di luar Jabodetabek.
Para pedagang eceran lebih memilih membeli daging beku dari Bulog dengan harga eceran tertinggi daging beku yang ditetapkan pemerintah senilai Rp80.000 per kg, daripada membeli daging segar dari Rumah Potong Hewan dengan harga keekonomian sekitar Rp115.000 per kg.
Distribusi daging beku yang telah masuk ke pasar becek, sedianya diikuti dengan kesiapan rantai dingin. Namun, ketidaksiapan rantai dingin di pasar becek menjadi celah bagi pedagang nakal menjual daging kerbau beku dengan harga setara daging segar. Alhasil, het daging yang pada mulanya bertujuan menekan harga daging hingga kurang dari Rp100.000 di konsumen, masih belum tercapai.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Kementerian Pertanian Fajar Sumping mengakui adanya penyimpangan distribusi daging kerbau beku, diantaranya pedagang yang mentowing daging kerbau india. Padahal, daging kerbau asal India seharusnya dijual dalam kondisi beku. Oleh karena itu, pendingin sedianya wajib ada di setiap rantai peredaran daging beku.
Kementerian Pertanian, diakui Fajar, terus melakukan pengawasan peredaran daging kerbau beku asal India dari pasar ke pasar. Dia kembali menekankan pedagang eceran daging beku agar dalam menjual daging beku juga memiliki alat pendingin.
"Memang dijual harus dalam beku, meski ada yang mentowing. Itu penyimpangan. Namanya penyimpangan tentu ada penindakan. Pasti ditindak, baik dicabut izinnya atau tidak dikasih suplai lagi," tuturnya usai mengikuti diskusi publik bertema Kesejahteraan Peternak Sapi Lokal Menjelang Hari Raya, Milik Siapa? yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi di Jakarta, Jumat (28/4).
Diskusi melibatkan pimpinan komisi IV DPR Herman Khaeron, Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Syarkawi Rauf, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fajar Sumping, Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus, perwakilan Rumah Pemotongan Hewan, perwakilan jagal, dan para peternak sapi.
Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus menyampaikan kondisi yang menimpa para peternak sapi rakyat terjadi karena persoalan distribusi daging impor tidak diatur oleh pemerintah. Akibatnya, peredaran daging impor masuk ke pasar becek yang seharusnya milik peternak sapi rakyat, bahkan ke daerah di luar Jabodetabek.
Jika pemerintah memperhatikan nasib peternakan sapi rakyat, maka pemerintah diminta serius mengawasi distribusi daging impor. Dengan demikia,, para peternak dan jagal tak harus berjuang sendiri menghadapi derasnya impor daging kerbau beku asal India yang menawarkan harga lebih murah.
"Pemerintah semestinya membatasi dengan cara mengatur dan mengawasi," imbuhnya.
Pimpinan komisi IV DPR Herman Khaeron berpendapat pemerintah seharusnya membangun citra terhadap kualitas daging segar dari peternakan sapi rakyat. Sebaliknya, selama ini pemerintah justru sibuk membandingkan harga daging impor yang lebih murah dari harga daging segar dari peternakan sapi rakyat.
"Harus ada image yang dibangun, bawah kualitas daging mereka (peternak sapi rakyat) high quality atau kualitas super, yang memang merupakan kualitas untuk konsumsi. Harga keekonomian ini lebih murah dari harga di luar negeri dengan kualitas serupa. Sementara harga (daging) yang murah itu adalah dengan kualitas di bawah, seperti kerbau yang tidak lagi bisa beranak dan sudah tua," imbuhnya.
Soal kualitas daging konsumsi, Fajar menyampaikan pemerintah memastikan daging impor yang masuk telah memenuhi persyaratan minimal keamanan pangan.
Sebelumnya, impor daging kerbau asal India memukul usaha peternakan sapi rakyat, jagal, dan perwakilan rumah potong hewan. Perwakilan RPH Petir M. Nur Hendri menyampaikan RPH Petir, Tangerang, mengaku bisa memotong 35 ekor sapi per hari sebelum daging kerbau beku asal India masuk. Setelah daging impor masuk, RPH Petir hanya memotong 15 ekor sapi per harinya. Kini, para peternak sapi potong juga hanya mengandalkan Hari Raya Idul Adha untuk menjual sapi mereka.
Butuh insentif
Pemerintah telah memberikan sejumlah program insentif untuk mengembangkan usaha peternakan sapi rakyat. Diantaranya, melalui asuransi ternak, Upsusu Siwab, kapal ternak.
Namun, bagi peternak sapi, dua komponen yang dapat menekan harga daging segar sesuai keinginan pemerintah yakni melalui pemberian insentif biaya pakan dan pembelian sapi bakalan. Sebab, 70%-80% biaya produksi terserap untuk modal pembelian bakalan, sementara 20%-30% untuk biaya pakan selama sapi di kandang. Selain insentif pakan dan bakalan, perwakilan peternak sapi potong Lampung Nanang Purus Subendro meminta pemerintah memberikan akses pembiayaan atau KUR dengan bunga lunak, serta grace periode kepada para peternak sapi rakyat. Insentif di bakalan, pakan, dan pembiayaan diyakini mampu menggairahkan kembali usaha peternakan sapi rakyat.