Bisnis.com, JAKARTA - Nilai investaisi Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) pada tahun ini, yaitu Rp2,14 triliun.
Direktur Utama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/AirnavIndonesia) Novie Riyanto mengatakan investasi tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp2 triliun.
"Investasi kita tahun ini sangat besar, yaitu Rp2,14 triliun supaya 'comply' (memenuhi) dengan program-program pemerintah, seperti jalur selatan dan jalur ABC di wilayah Natuna," katanya, di Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Namun, dia menyebutkan, investasi terbesar yaitu untuk pengelolaan sistem pengatur lalu lintas penerbangan yang berpusat di Jakarta atau "Indonesia modernization air navigations services" (Imans) yang jangkauannya hingga Kolombo dan Pulau Krismas, yaitu sebesar Rp800 miliar.
Selain itu, rincian investasi, di antaranya Rp343 miliar untuk komunikasi, otomasi Rp735 miliar, pengawasan Rp296 miliar, navigasi Rp142 miliar, pendukung (sumber saya manusia, pelatihan) Rp461 miliar, kelistrikan Rp146 miliar, mekanik Rp23 miliar.
Novie mengatakan tahun ini pihaknya juga tidak menargetkan laba tinggi, yaitu Rp190 miliar dari realisasi laba tahun lalu Rp400 miliar.
"Kita tidak berfokus pada 'profit' keuntungan, sistem kita memang 'cost recovery', jadi pendapatan kita langsung digunakan lagi untuk investasi," tuturnya.
Pendapatan LPPNPI 2016 teraudit, yaitu Rp2,52 triliun dengan laba Rp418 miliar.
Kendatipun, lanjut dia, pihaknya berencana akan menaikkan tarif penerbangan domestik dari Rp3.000 'route' per unit menjadi Rp5.000 route per unit, sementara untuk penerbangan internasional 0,65 dolar AS route per unit.
"Kenaikan tarif ini karena kita melayani lebih banyak bandara dari 170 bandara sekarang 275 bandara, butuh SDM, infrastruktur," ucapnya.
Novie mengatakam pihaknya juga akan menambah personel karena saat ini kekurangan sebanyak 400 orang untuk pengatur lalu lintas penerbangan (ATC) dan teknisi.
Selain itu, dia menambahkan pihaknya mendukung pemerintah yang tengah berupaya untuk melakukan pembicaraan dengan Singapura dan Malaysia terkait sektor ABC, lalu lintas penerbangan di atas Kepulauan Natuna.
Sebab, pendapatan dari sektor A sendiri saja sudah bisa menghasilkan Rp80-Rp100 miliar.
"Kalau dari sisi kami, kami percepat untuk kelengkapan infrastruktur, peningkatan kualitas radar, alat navigasi, komunikasi dan 'surveillance' pengawasan, serta menyiapkan SOP dan SDM," ujarnya.