Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diminta untuk mempertimbangkan kesiapan suatu daerah, mulai dari sumber daya manusia hingga sarana prasarana, sebelum menetapkan target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
Pasalnya, tidak semua daerah, memiliki kesiapan dalam menampung jumlah wisman dengan jumlah yang banyak mengingat terbatasnya sarana prasaran pariwisata ataupun potensi munculnya konflik horizontal akibat datangnya wisman ke Indonesia.
Target pemerintah memang cukup ambisius dengan membidik sekitar 20 juta wisman pada 2019 dengan jumlah devisa mencapai US$20 miliar pada periode yang sama. Saat ini, total devisa dari pariwisata senilai US$12,5 miliar dengan tingkat kunjungan wisman sebanyak 10,4 juta sepanjang Januari-November 2016.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah sudah menetapkan 10 destinasi pariwisata New Bali yakni Danau Toba, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung, Morotai, Wakatobi, Labuan Bajo, Mandalika, Borobudur, dan Bromo Tengger Semeru.
“Saat ini, target kunjungan ke Taman Nasional Komodo sebanyak 90.000 orang. Tetapi, faktanya, di kawasan taman nasional, listrik belum masuk dan krisis air masih terjadi.Apalagi jika targetnya ditambah menjadi 500.000 pengunjung di bawah operasional Badan Otorita Labuan Bajo Flores,” kata Penanggungjawab tim peneliti LSM Sunspirit For Justice and Peace Gregorius Afioma kepada Bisnis, Senin (13/2).
Tak hanya itu, dirinya menyebutkan bisnis pariwisata di kawasan ini melonjak sangat pesat jika dilihat dari jumlah hotel, resort, dive shop, dan restoran yang ada.
Sayangnya, dirinya menuturkan kepemilikan bisnis-bisnis tersebut kebanyakan dikuasai oleh asing.
Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nusa Tenggara Timur, total realisasi di kawasan ini mencapai Rp1,6 triliun dengan rincian Penanaman Modal Asing (PMA) Rp917,37 miliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp652,78 miliar pada Januari-September 2016.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, rata-rata kenaikan investasi yang masuk ke NTT mencapai 23,82%. Setidaknya, BKPM NTT telah mengeluarkan izin usaha dan prinsip kepada pengusaha asing sebanyak 231, dan 27 lainnya kepada pengusaha lokal pada Januari-Juni 2016.
“Konflik sosial lainnya misalnya perebutan tanah, privatisasi kepemilikan pulau, hingga pergeseran profesi warga asli akibat zonasi di Taman Nasional Komodo tak bisa dihindari,” ucapnya.
Menurutnya, meledaknya industri pariwisata di NTT, khususnya di Kabupaten Manggarai Barat patut diapresiasi karena membawa dampak positif misalnya pembangunan infrastruktur dan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat.
“Tapi dampak ini masih sangat kecil dibandingkan efek negatif dari ambisi pemerintah. Masyarakat masih dominan lulusan SD dan kebanyakan pembangunan jalan hanya diarahkan ke tujuan destinasi pariwisata. Padahal, pendapatan terbesar kabupaten ini masih mengandalkan pertanian,” jelasnya.
Hal yang sama juga sempat diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Pariwisata Judi Rifajantaro bahwa kesiapan daerah dan pengusaha setempat sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan jumlah kunjungan wisman di Indonesia.
Dirinya mencontohkan Provinsi Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau yang sukses mendatangkan ratusan wisman dari China melalui penerbangan charter. “Lesson learnt dari kedua daerah itu. Tanjung Pinang bisa mendatangkan ratusan wisman dari China, padahal di daerah ini tidak memiliki pintu masuk imigrasi dan penerbangan langsung, begitupula dengan yang terjadi di Manado,” ucapnya.
Dalam hal ini, dibutuhkan keagresifan baik dari pemerintah setempat ataupun pihak swasta untuk melakukan perjanjian kerja sama dengan maskapai luar negeri melalui charter. Tapi yang patut digarisbawahi, Judi mengakui kedatangan ratusan wisman dari China justru akan mendatangkan persoalan tambahan jika tidak diikuti dengan ketidaksiapan sarana dan prasarana pendukung pariwisata mulai dari restoran hingga hotel.
“Yang saya dengar, Manado misalnya, kunjungan ratusan wisman justru membuat semua restoran dan hotel kebingungan karena memang kuantitas sarana prasarananya kurang. Nah, ini yang harus diwaspadai. Tidak lucu jika kedatangan wisman tersebut harus mendatangkan chef atau translator dari Jakarta, bukannya memanfaatkan yang ada di daerah itu,” jelasnya.