Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pengusaha pengolahan kacang mete yang tergabung dalam Perkumpulan Mete Indonesia (Permetin) meminta pemerintah membuat kebijakan atau regulasi untuk melindungi komoditas mete mengingat pasokan mete dalam negeri sangat kurang.
Ketua Umum Permetin, Loddy Gunadi mengatakan komoditas kacang mete selama ini kurang diperhatikan, padahal mete merupakan produk yang cukup seksi bagi industri dalam negeri.
Kebutuhan raw material atau mete mentah untuk diolah industri yakni sekitar 120.000 ton/tahun saat ini, tetapi panen mete hanya mampu memproduksi sekitar 100.000 ton/tahun, yang 50% di antaranya dijual langsung ke luar negeri terutama ke India dan Vietnam. Padahal India kini sudah mampu memproduksi mete mentah hingga 700.000 ton/tahun.
"Jadi selama ini tidak ada pembatasan ekspor produk mentah, padahal jika diolah sendiri di sini akan menghasilkan nilai tambah, bahkan industri mikro kecil, menengah bisa mengolahnya sendiri di rumah," jelasnya seusai Musyawarah Nasional 1, Selasa (7/2/2017).
Dia mengatakan selama ini negara asing memiliki strategi merebut raw material dari petani langsung dengan kondisi komoditas masih basah. Sedangkan sisa mete mentah dari petani yang kualitasnya jelek baru dijual di dalam negeri.
"Harga raw material yang dibeli oleh negara lain maupun industri di sini tidak berbeda sekitar Rp23.000/kg untuk mete kering dan Rp18.000/kg basah, tapi mereka berani membeli yang basah dan cepat segera dibeli," ujarnya.
Padahal jika sudah diolah, lanjutnya, harga mete bisa menjadi rata-rata antara Rp80.000/kg hingga Rp140.000/kg.
Guna memenuhi kebutuhan industri pengolahan mete, pengusaha mete memilih impor dari Afrika dengan harga sekitar Rp18.000/kg.
Dia menambahkan, Indonesia sebetulnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan kebun jambu mete. Kebanyakan jambu mete tumbuh di kawasan NTT yang memiliki curah hujan seimbang, dan disusul oleh wilayah Jawa seperti Wonogiri, Jepara, dan ada di Sulawesi.
"Kualitas mete di Indonesia ini sangat bagus makanya diincar negara lain, rasanya lebih milky, crunchy dan sweet. Harusnya komoditas ini dilindungi, karena juga bisa digarap oleh petaninya, oleh industri rumah tangga, dan industri besar," imbuh pengusaha di Bumifood Agro Industri itu.
Penasihat Permetin, Jimmy Wisan menambahkan dulu terdapat belasan industri pengolahan mete, tetapi sejak pasokan mete mentah berkurang kini hanya ada sekitar 3 pabrik pengolahan.
"Di satu perusahaan pengolahan mete bisa menghidupi 28.000 tenaga kerja, tapi kalau raw material tidak ada artinya tenaga kerja akan mati. Ini yan harus dipertahankan pemerintah," ujar Presiden Direktur PT Comextra Majora itu.
Penasihat Permetin, Mudji Waluyo menambahkan kebijakan dari pemerintah perlu dibuat mengingat kebutuhan dan perkembangan industri mete semakin tumbuh, setidaknya ada pembatasan ekspor melalui pengenaan bea keluar (BK) mete mentah seperti yang dilakukan negara lain untuk melindungi industrinya.
"Kami juga akan minta bimbingan dan perlindungan pemerintah, agar industri mete tidak kukut begitu saja," imbuhnya.