Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kekurangan Pertamina Menurut Komisaris Utama

Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng menceritakan kekurangan perusahaan pelat merah di sektor minyak dan gas bumi itu pascapencopotan Direktur Utama Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang.
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng (kiri) dan Plt Dirut Pertamina Yenni Andayani (kanan) memberikan keterangan pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2). Kementerian BUMN selaku pemegang saham melalui RUPS mencopot Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan menunjuk Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani sebagai pelaksana tugas (Plt) direktur utama di perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng (kiri) dan Plt Dirut Pertamina Yenni Andayani (kanan) memberikan keterangan pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2). Kementerian BUMN selaku pemegang saham melalui RUPS mencopot Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan menunjuk Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani sebagai pelaksana tugas (Plt) direktur utama di perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng menceritakan kekurangan perusahaan pelat merah di sektor minyak dan gas bumi itu pascapencopotan Direktur Utama Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang.

Menurutnya, kinerja perseroan cukup bagus di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto yang ditunjuk sebagai direktur utama pada 28 November 2014.

Namun, pihaknya melihat masih terdapat pengambilan keputusan yang lamban. Puncaknya, ketika munculnya Ahmad Bambang sebagai wakil direktur utama. Masalah ketidakharmonisan, katanya, membuat pengambilan keputusan semakin lamban.

"Tentu itu kita lihat dari proses pengambilan keputusan yang sangat lamban. Kita bisa lihat. Lebih jelas lagi dampaknya setelah ada wadirut," ujarnya usai menghadiri jumpa pers di Jakarta, Jumat (3/2/2017).

Sebagai contoh, dia menyebut pengisian beberapa posisi di tubuh perseroan yang tergolong lamban. Salah satunya, kosongnya posisi direktur utama di anak usahanya yakni PT Pertamina Gas.

Kekurangan Pertamina Menurut Komisaris Utama

Posisi tersebut dibiarkan kosong selama sekitar empat bulan sejak September dan baru dilantik pengganti Hendra Jaya yakni Toto Nugroho, mantan bos Petral, anak usaha Pertamina di sektor pengadaan minyak mentah.

Contoh lainnya, Tanri menyebut terkait keputusan impor solar pada Januari 2017 sebanyak 1,2 juta sebagai dampak perawatan Kilang Balongan.

Menurutnya, seharusnya keputusan untuk impor harus dilakukan saat itu karena kondisi ketersediaan pasokan produk harus terjaga selama 20 hari. Di sisi lain, persetujuan atas keputusan itu dianggap tak secepat yang diharapkan.

"Ada 20 tenaga strategis yang kudunya diganti atau diisi, ini enggak diisi dan diganti."

Dia menyebut, dewan komisaris memutuskan untuk mencopot dua orang pemimpin Pertamina daripada menimbulkan efek negatif lebih lanjut.

Dia menilai keputusan tersebut bukan semata kinerja masing-masing individu.
Pasalnya, sejak Dwi Soetjipto menjabat sebagai direktur utama, beberapa proyek berjalan seperti empat proyek penambahan kapasitas kilang dan dua kilang baru yang tak terhenti di era direktur utama sebelumnya. Di era mantan

Direktur Utama Semen Indonesia itu, Pertamina pun menambah efisiensi melalui pembubaran Petral, anak usaha di sektor pengadaan minyak mentah yang dianggap merugikan negara.

Di sektor hulu, akuisisi aset luar negeri pun berjalan salah satunya dengan akuisisi perusahaan Prancis yakni Maurel&Prom.

Di bawah kepemimpinan Ahmad Bambang sebagai Direktur Pemasaran sejak 2014 itu perseroan mengeluarkan beberapa varian produk di sektor hilir untuk memperbaiki kinerja.

Kekurangan Pertamina Menurut Komisaris Utama

Beberapa produk seperti gasoline series dengan nilai oktan di atas 88, diesel jenis baru yakni dexlite dan liquefied petroleum gas (LPG) ukuran 5 kilogram untuk membantu perseroan menambah keuntungan serta melepaskan konsumsi bahan bakar subsidi secara bertahap.

Terbukti, melalui sejumlah efisiensi, Pertamina mengumpulkan laba bersih sebesar US$2,83 miliar pada kuartal III/2016 atau meningkat 209% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$914 juta di tengah merosotnya harga minyak mentah.

"Enggak bisa dilihat individual tapi kinerja keseluruhan. Itu kan pada umumunya karena dua orang itu. Kalau satu orang bisa menyesuaikan diri, enggak akan berkelanjutan," kata Tanri.

Dengan jangka waktu 30 hari, dia menyebut orang nomor satu di perusahaan berusia 59 tahun itu harus mampu menggerakkan organisasi dan memimpin jabatan di bawahnya. Terutama, katanya, tak mentolerir adanya keterlambatan yang menghambat perseroan mencapai targetnya.

"Orang nomor 1 di Pertamina harus mampu menggerakkan organidasi dan memimpin pemimpin di bawahnya, enggak bisa mentolerir keterlambatan. Tetap saja tanggung jawab itu di orang nomor 1," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper