Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Effect : Luhut Sebut Indonesia Harus Bersiap

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyatakan Indonesia harus siap menghadapi berubahnya situasi global saat ini.
Pelaut Indonesia/Ilustrasi-velasco indonesia
Pelaut Indonesia/Ilustrasi-velasco indonesia

Bisnis.com, JAKARTA-- Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyatakan Indonesia harus siap menghadapi berubahnya situasi global saat ini.

Hal ini disampaikannya pada saat berdialog dengan Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada hari Jumat (27/1). Menurut Menko Luhut kemenangan Donald Trump pada pemilu Presiden Amerika Serikat bulan lalu telah mengubah peta perekonomian dan politik dunia.

"Donad Trump dengan prinsip proteksinya terhadap produk Amerika bisa membalikkan apa yang telah terjadi selama ini. Trump ini cukup fenomenal dengan inward lookingnya (berorientasi ke dalam), memprioritaskan national interest, bahkan sampai melanggar aturan WTO pun ia tidak peduli," kata Menko Luhut melalui siaran resmi, Sabtu (28/1/2017).

Menurutnya, Amerika Serikat, yang hingga pertengahan tahun lalu masih menjadi negara pegimpor minyak terbesar di dunia, mulai mengurangi ketergantungannya pada negara lain. Pada saat yang besamaan negara ini sedang berusaha untuk bisa mengekspor gas.

"Tetapi saat Trump berkuasa, baru dalam hitungan hari indeks Dow Jones naik cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa prinsip proteksionisme yang diterapkannya mendapat respon (pasar) yang cukup baik," kata Luhut.

Luhut juga menyinggung dampak kemenangan Trump ini juga dirasakan di Eropa dan negara-negara Timur Tengah. Oleh karenanya, lanjutnya, Indonesia akan mengurangi impor di berbagi sektor. Seperti sektor energi, pemerintah kini sedang menggalakkan peningkatan penggunaan bio fuel dari kelapa sawit hingga 20%.

"(Kewajiban menggunakan) 20% palm oil (dalam bio diesel) bisa mengurangi impor (solar). Selama 10 tahun terakhir kita lebih senang impor. (Kita juga ingin menaikkan) Imbal hasil dari petani plasma kelapa sawit, yang saat ini berada di kisaran 2-3 ton, menjadi 8-10 ton (per hektar). Dengan begitu, petani kita juga bisa lebih sejahtera," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper