Bisnis.com, JAKARTA--Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut seharusnya kajian untuk menentukan kapasitas produksi bisa dimulai pada bulan ini karena permintaan dari Inpex sebagai operator Blok Masela telah dijawab pemerintah.
Menurutnya, semua hal yang diajukan Inpex dan mitranya Shell di Blok Masela telah diselesaikan. Pemerintah mengabulkan penggantian masa kontrak selama tujuh tahun dari 10 tahun yang diajukan operator.
Seharusnya, menurut Jonan, Inpex bersama mitranya Shell, bisa memulai kajian pra pendefinisian dasar (front end engineering design/FEED) yang direncanakan dimulai pada Januari 2017 usai mendapat kepastian dari pemerintah.
"Harusnya segera, sudah mulai jalan," ujarnya usai menghadiri penandatanganan kontrak pengadaan barang dan jasa di Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Di sisi lain, dia membenarkan pihaknya telah menerima surat usulan alokasi gas Blok Masela dari Kementerian Perindustrian. Kendati demikian, dia menyebut industri yang akan memanfaatkan gas tersebut harus menyatakan komitmennya.
Pasalnya, pemerintah memiliki dua skenario produksi gas di Lapangan Abadi. Pertama, kilang akan memproduksi sebanyak 7,5 juta ton per tahun (mtpa) gas alam cair atau liquefied natural gas dengan 474 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) gas pipa. Kedua, 9,5 mtpa LNG dan 150 MMscfd gas pipa. Kedua skenario itu akan diputuskan setelah kajian pre-FEED tuntas.
Menurutnya, melalui kajian tersebut nantinya bisa terlihat mana yang lebih layak dan memberikan nilai tambah. Kementerian Perindustrian, ujar Jonan, memang berhak mengajukan usulan untuk volume alokasi gas. Secara umum, dia berharap volume gas bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi industri domestik.
Namun, dia menginginkan industri yang akan memanfaatkan gas tersebut menunjukkan komitmennya sehingga semua volume gas pipa yang dialokasikan terserap.
"Yang mau bangun siapa? Ada enggak komitmennya? Gitu dong. Kalau disediakan 474 MMscfd, tapi enggak ada yang mau bangun gimana?" katanya.
Kementerian Perindustrian telah mengusulkan alokasi untuk tiga perusahaan yang akan membangun pabrik di sekitar proyek kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Adapun, perusahaan tersebut yakni PT Pupuk Indonesia dengan kebutuhan gas 240 MMscfd, PT Kaltim Methanol Industri dengan 130 MMscfd dan PT Elsoro Multi Pratama dengan kebutuhan 100 MMscfd. PT Pupuk Indonesia akan membangun pabrik metanol, olefin dan poliolefin.
Sementara, PT Kaltim Methanol dan PT Elsoro Multi Pratama untuk membangun pabrik metanol. Pembangunan pabrik petrokimia diperkirakan membutuhkan biaya US$3,9 miliar dengan pasokan gas yang dimulai pada 2024.