Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Swasta Makin Murah Caplok Tambang

Proses penghitungan valuasi divestasi saham pertambangan dinilai semakin tidak jelas karena tidak ada basis penghitungan yang gamblang setelah pemerintah menerbitkan beleid berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.9/2017.

Bisnis.com, JAKARTA – Proses penghitungan valuasi divestasi saham pertambangan dinilai semakin tidak jelas karena tidak ada basis penghitungan yang gamblang setelah pemerintah menerbitkan beleid berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.9/2017.

Dalam pasal 14 ayat 1 beleid itu disebutkan harga saham divestasi dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi yang ditawarkan kepada peserta Indonesia ditetapkan berdasarkan harga pasar yang wajar (fair market value) dengan tidak memperhitungkan cadangan mineral atau batubara pada saat dilaksakannya penawaran divestasi saham.

Ketua Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo menilai jika pengalihan saham diberikan ke pemerintah, masuk akal jika cadangan (reserve) tidak dihitung, mengingat cadangan tersebut menjadi milik negara.

Namun, lanjutnya, pemerintah dinilai juga harus menghapuskan pajak bumi dan bangunan yang dikenakan kepada cadangan, jika penentuan divestasi ini dilakukan dengan mekanisme tersebut.

“Namun, jika badan usaha baik itu BUMN, BUMD atau swasta, seharusnya cadangan tetap dihitung karena value ada di prospek korporasi. Revenue plan atas produksi dan reserve harus menjadi satu kesatuan,” katanya saat dihubungi, Rabu (25/1/2017).

Adapun, dalam praktek lazim dalam penentuan divestasi saham pertambangan selama ini yang resmi dan diakui merujuk pada penghitungan cadangan berdasarkan Kode Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) atau Joint Ore Reserve Committee (JORC).

Keduanya, digunakan sebagai dasar pengihitungan atau menyeragamkan metode penghitungan valuasi. Pasalnya, jika tidak seragam tentunya penentuan tarif dan harga menjadi sulit.

PELUANG SWASTA

Berdasarkan beleid itu, peran swasta dalam mengambilalih saham perusahaan pertambangan yang bakal didivestasikan memang kecil karena tahapan berjenjang, yakni usai badan usaha milik daerah (BUMD) menyatakan ketidaktertarikannya.

Dalam pasal 4 beleid itu disebutkan pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi wajib melakukan penawaran divestasi saham kepada peserta Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender sejak 5 tahun berproduksi secara berjenjang kepada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN dan BUMN, dan badan usaha swasta nasional.

Pada pasal 9 ayat 1 disebutkan, dalam hal BUMN dan BUMD tidak berminat atau memberikan jawaban tertulis sesuai pasal 8 ayat 3, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi wajib melakukan divestasi saham ke badan usaha swasta nasional dengan cara lelang.

OPSI IPO

Pemerintah, kembali membuka peluang penawaran divestasi bisa dilakukan melalui pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia, setelah pada Peraturan Pemerintah No.1/2017, opsi IPO tidak dimasukkan.

Pasal 10 ayat 1 Permen ESDM No.9/2017 mengungkapkan penawaran divestasi saham kepada peserta Indonesia sesuai Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 tidak dapat terlaksana, divestasi saham dapat dilakukan dengan penawaran saham divestasi melalui bursa saham di Indonesia.

Sementara itu, Edwin J. Sebayang, Head of Research di PT. MNC Securities menilai permen ESDM tersebut tidak masuk akal dan tidak dilaksanakan untuk pembeli dan penjual karena menurutnya, swasta tidak akan mau jika mengacu pada peraturan tersebut.

Dia mempertanyakan metode untuk tawar-menawar menggunakan apa jika cadangan tidak dihitung. Pasalnya, dalam realitas pada saat melakukan jual-beli, salah satu yang dilihat adalah berapa cadangan yang dimiliki.

“Jadi tawar menawar menggunakan acuan apa,” katanya.

Di sisi lain, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso mengatakan aturan umum memang menyebutkan jika melakukan valuasi memasukkan cadangan, artinya dalam pembuatan cash flow pendapatan didasarkan pada jumlah cadangan dan harga cadangan.

“Kalau tidak memasukkan cadangan berarti nilai asetnya dan berdasarkan premium atau margin bisnis secara umum. Premium itu karena Freeport memiliki jasa penemuan cadangannya. Selain itu, penilaian juga harus didasarkan pada izin yang berlaku. Freeport tidak bisa melakukan valuasi sampai 2041 karena izin hanya sampai 2021,” katanya.

Dia menilai jika divestasi dilakukan ke swasta seharusnya tetap memperhitungkan cadangan. Namun, jika dilakukan ke pemerintah, cadangan tidak perlu dihitung karena cadangan adalah milik negara.

“Saya mengingatkan pemerintah. Mengaturnya tidak cuma siapa yang bisa mendapat divestasi, tapi juga penentuan harga dan metode valuasinya,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper