Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Asoasiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan menegaskan aturan main dalam pembukaan keran impor gas bagi industri harus memberikan dampak peningkatan daya saing, khususnya produk kertas di Tanah Air.
Rusli mengatakan tersendatnya distribusi gas tersebut membuat biaya yang dikeluarkan industri kertas menjadi bertambah. Hal tersebut menurutnya membuat harga kertas di pasaran menjadi tinggi.
Rusli menegaskan aturan main impor gas industri jangan sampai malah memberatkan komoditas kertas. Pasalnya, menurut dia, industri kertas menghadapi tekanan daya saing dari sejumlah negara tujuan utama ekspor dengan tingginya biaya masuk anti dumping.
“Harga [gas] murah namun kalau pasokan tidak lancar sangat mengganggu produksi kertas,” kata saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (25/1).
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan komposisi gas dalam biaya produksi industri kertas mencapai 8%—32%. Meski tak setinggi Industri pupuk, petrokimia, dan baja yang mencapai 70%, para pelaku mengeluhkan masih tingginya biaya gas untuk industri itu.
Saat ini, industri kertas belum menikmati pemotongan harga gas untuk industri yang dipatok maksimal US$6 per MMbtu yang berlaku bagi industri pupuk, petrokimia, dan Baja. Harga gas untuk industri kertas saat ini berada di kisaran US$9,15—US$11.
Seperti diketahui, Menteri Perindustrian menyatakan Presiden telah mengizinkan membuka keran impor gas bagi industri guna menjamin suplai. Pemerintah menargetkan aturan main impor gas tersebut akan rampung dalam dua pekan ke depan.