Bisnis.com, JAKARTA—Pembiayaan infrastruktur bersifat ekuitas diperkirakan meningkat sebanyak tiga kali lipat pada tahun ini karena didorong maraknya konstruksi proyek yang mulai berjalan. Meski demikian, hal tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan total pendanaan infrastruktur yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Ekonom Skha Consulting Herianto Pribadi menyatakan sampai 2019, kebutuhan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp4.797 triliun di mana terdapat kekurangan sebesar Rp2.818 triliun yang perlu keterlibatan institusi keuangan. Adapun peningkatan pembiayaan ekuitas yang disumbang dari institusi keuangan berupa dana pensiun dan asuransi hanya mampu mencapai 11% dari nilai yang ditargetkan pemerintah.
“Di Indonesia, penyaluran dana pensiun dan asuransi untuk pembiayaan infrastruktur baru 0,6% dari total investasi, atau sekitar 5,6% dari kapasitasnya,” ujarnya, Selasa (17/01).
Menurut riset yang dilakukan pihaknya, pembiayaan infrastruktur oleh institusi keuangan untuk ekuitas badan usaha infrastruktur mencapai total Rp6 triliun pada 2016, dan berpotensi meningkat hingga Rp21 triliun pada tahun ini.
Dengan investasi sebesar itu untuk pembiayaan ekuitas, maka dapat memberikan efek leverage untuk proyek senilai total Rp63 triliun. Jumlah ini masih jauh dari target investasi infrastruktur oleh swasta yang ditargetkan pemerintah senilai Rp564 triliun.
Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata menyatakan, Bappenas memiliki tugas untuk memetakan proyek infrastruktur yang akan didanai melalui Pembiayaan Infarstruktur Non APBN (PINA).
Sejauh ini, ujarnya, penggunaan dana jangka panjang seperti yang dikelola oleh PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan tengah dijajaki untuk penyertaan ekuitas PT Waskita Toll Road. Anak usaha PT Waskita Karya itu tengah gencar membangun jalan tol, terutama Trans Jawa.
Selain itu, pihaknya juga masih memetakan ruas-ruas tol potensial yang akan dibiayai dengan dana jangka panjang. Untuk dapat menggunakan dana tersebut, ruas tol tersebut harus memiliki tingkat kelayakan finansial yang baik sehingga dapat memberikan imbal hasil terhadap dana jangka panjang yang diinvestasikan.
“Kita akan coba mengunakan pendekatan itu untuk infrastruktur sosial, seperti SPAM Pekanbaru dan beberapa SPAM lain yang tengah dipersiapkan,” ujarnya.
Menurutnya, daftar proyek tersebut akan tercantum dalam PPP Book yang akan dirilis dalam waktu dekat. Dia menegaskan, seluruh proyek yang tercantum dalam daftar tersebut merupakan proyek yang siap didanai oloeh dana investasi jangka panjang.
Dalam RPJMN tahun 2015 – 2019 disebutkan bahwa kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai Rp 4.796 triliun, di mana pendanaan melalui APBN dan APBD hanya mampu menutupi 41,3% atau Rp1.978 triliun, dengan keterlibatan BUMN 22,2% atau Rp1.066,2 triliun. Untuk itu partisipasi swasta diperlukan sebanyak 36,5% atau Rp1.751,5 triliun, bila ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% hingga 6% dalam kurun waktu tersebut.