Bisnis.com, JAKARTA- Ketidakmerataan pembangunan dan kue ekonomi di Indonesia merupakan masalah serius dan pemerintah ahrus mengambil langkah dan aksi yang jelas agar tidak dibilang sekadar menebar janji.
Sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini Indonesia masih bertengger di angka 0.393% dan total asset nasional separuh lebih dikuasai oleh 1% jumlah penduduk.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan pada awal tahun ini pemerintah menginginkan agar ada pemerataan ekonomi dengan turunkan nilai kesenjangan pendapatan dan penguasaan aset. Namun meski begitu, dia melihat pemerintah belum serius menjalankan niat tersebut.
Dia mengatakan, jika pemerintah ingin mengambil langkah konkrit, mestinya pemerintah langsung saja bentuk regulasi mengenai pembatasan rasio gaji tertinggi dan terendah untuk perusahaan yang rasionya saat ini bisa sampai ratusan bahkan ada yang sampai ribuan kali.
“Wacana mengenai model sistem penggajian yang diatur dalam Peraturan Pemerintah PP No. 78/2015 tentang sistem penggajian mesti segera diganti dengan konsep pembatasan rasio gaji. Ini bentuk kongkrit kalau pemerintah serius ingin turunkan kesenjangan. Ditambah dengan kepemilikkan saham oleh buruh melalui skema employee share ownership program atau ESOP,” paparnya, dalam rilis yang diterima, Jumat (13/1/2017).
Menurutnya, Indonesia sangat tertinggal dalam mengimplementasikan konsep ESOP. Pasalnya, Amerika Serikat yang sering dituding sebagai negara kapitalis dana adidaya sudah menerapkan konsep ini dengan undang-undang sejak 1984.
Langkah lainnya, jika pemeirntah serius mempersempit jurang kesenjangan, maka agenda reforma agraria mestinya jangan hanya menjadi wacana semata. Redistribusi lahan melalui koperasi mestinya segera direalisasikan.
“Bentuk-bentuk lainya adalah segera berikan insentif bagi usaha mikro dan kecil misalnya pencabutan pajak final 1% yang sampai saat ini sudah dijanjikan dan belum direalisaikan. PP No. 39/2013 tentang pajak final mestinya segera dicabut,” tambah aktivis perkoperasian ini.
Pihaknya melihat, sejauh ini pemerintah belum serius kembangkan koperasi sebagai infrastruktur penting bagi penciptaan pemerataan. Padahal dari berbagai hasil riset jelas bahwa negara yang kontribusi koperasinya terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB ) besar itu rasio gininya semakin rendah seperti di negara-negara Skandinavia. Sementara kontribusi koperasi di Indonesia baru sekitar 2% sehingga menandakan bahwa pengembangan koperasi di Tanah Air memang tidak signifikan dan kurang serius.
“Koperasi itu memang secara sistem memang sudah lakukan redistribusi pendapatan dan kekayaan secara alamiah. Ini karena koperasi itu bercorak sebaliknya dari sistem yang tujuanya hanya kejar profit dan akumulasi kekayaan pada segelintir orang,” pungkasnya.