Bisnis.com, JAKARTA—Maraknya pembangunan infrastruktur tahun ini diproyeksikan turut mendongkrak pasar konstruksi sipil hingga 8% menjadi Rp250,1 triliun, dari tahun sebelumnya sebesar Rp232,47 triliun.
Berdasarkan riset perusahaan konsultan BCI Asia, pertumbuhan pasar konstruksi itu sebagian besar ditopang dari proyek-proyek utilitas berupa pembangkit listrik, transmisi, dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yang diperkirakan tumbuh hingga 38,52% pada tahun ini. Sementara itu, proyek-proyek infrastruktur di sektor transportasi seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kereta api justru melemah 7,05%.
Senior Research Analyst Indonesia BCI Asia Gusti Rahayu Anwar menyatakan, pelambatan sektor infrastruktur transportasi merupakan imbas dari proses pengadaan lahan yang terkendala pada tahun lalu. Di lain sisi, keterlambatan pengadaan lahan itu dinilai tidak berdampak signifikan pada sektor utilitas.
“Di Infrastruktur kan lebih banyak proyek yang sifatnya Kerja Sama Pemerintah dan Swasta. Nah, swasta mendanai, pemerintah untuk pembebasan tanah, perizinan dan segala macamnya. Pembebasan lahan sendiri belum semuanya selesai, akhirnya investasi di situ terhambat dan konstruksi jadi slowing down,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (04/01).
Selain itu, pihaknya juga belum menemukan kota mandiri baru yang akan didirikan pengembang properti pada tahun ini. Biasanya, pembangunan akses jalan ke kota baru menjadi kontribusi sektor swasta dalam meningkatkan pasar konstruksi di Indonesia.
Dari total pasar konstruksi sipil sebesar Rp250 triliun, sektor infrastruktur transportasi menjangkau pasar sebesar Rp146, 68 triliun, turun 7% dari tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp157,81 triliun. Pembangunan infrastruktur pun masih dominan berada di area DKI Jakarta dan sekitarnya dengan presentasi sebesar 44%, disusul Sumatera 15%, Jawa tengah dan Yogyakarta 10%, Jawa Timur 8%, Kalimantan 8%, Bali-Nusa Tenggara 6%, Sulawesi-Maluku-Papua 5%, dan Jawa Barat 1%.
Adapun pembangunan infarstruktur utilitas tahun ini tumbuh 39% menjadi Rp103,41 triliun, dari tahun sebelumnya Rp74,6 triliun. Dari sisi wilayah, Jawa Tengah dan Yogyakarta memegang “kue” terbanyak sebesar 28%, Sumatera 20%, Jakarta dan sekitarnya 18%, Sulawesi-Maluku-Papua 14%, jawa Timur 7%, Bali – Nusa Tenggara 4% dan Jawa Barat 3%.
Rahayu menambahkan, pertumbuhan pasar konstruksi sipil tahun ini juga turut ditopang oleh berbagai deregulasi dan kebijakan paket ekonomi yang diupayakan pemerintah pada sepanjang tahun lalu. Dia juga menilai koordinasi lintas kementerian yang semakin membaik dan bersinergi menghembuskan optimisme tersendiri bagi pelaku pasar.
“Pemerintah telah melakukan yang terbaik, namanya proses untuk mencapai hasil kan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun baru sedikit-sedikit tetapi sudah ada dampaknya,” ujarnya.