Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah mulai mengebut sinkronisasi kebijakan satu peta untuk mengurai masalah tata ruang di Tanah Air. Peta wilayah Kalimantan menjadi prioritas pertama yang ditargetkan tuntas pada 2017.
Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Abdul Kamarzuki menyatakan kendala proyek infrastruktur seperti program 35.000 mW banyak terdapat di tata ruang.
Oleh karena itu, kebijakan satu peta merupakan masalah fundamental yang harus segera diselesaikan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan tata ruang antar pemerintah daerah.
“Dalam rencana aksi, ada 85 peta tematik yang harus dibereskan dan satu peta dasar. Di pertengahan perjalanan, presiden mengarahkan ke Kemenko untuk memprioritaskan Kalimantan. Saat ini sudah 75% kita selesaikan,” ujarnya, Kamis (29/12/2016).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, pemerintah membentuk Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (KSP), Anggotanya terdiri dari enam K/L, antara lain Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, serta Sekretaris Kabinet.
Tim tersebut kemudian melakukan sinkronisasi terhadap 85 peta tematik yang dikeluarkan oleh 18 K/L menjadi satu peta terpadu. Adapun target tema berdasarkan wilayah prioritas berturut-turut terdiri dari Kalimantan dan Sulawesi pada 2017, Sumatera dan Papua pada 2018, serta Maluku, Jawa dan Bali-Nusa Tenggara pada 2019.
“Salah satu tantangannya adalah mengenai tanah ulayat atau tanah adat. Dari sekian banyak perda, tidak ada satu perda pun yang memuat mengenai tanah ulayat di seluruh Indonesia. Padahal lokasi tanah ulayat telah didata oleh teman-teman di AMAN [Aliansi Masyarakat Adat Nusantara],” ujarnya.
Selain itu, dia menjelaskan tidak semua batas wilayah pemerintah daerah telah diakui dalam peraturan kementerian dalam negeri. Dari 1.900 segmen batas provinsi, yang secara definitif diakui oleh permendagri baru sekitar 290 segmen.
Ketidaksesuaian batas wilayah ini kerap memicu sengketa lahan antar pemerintah daerah, terutama ketika menerbitkan izin lokasi untuk suatu proyek. Abdul pun mengaku telah berkoordinasi dengan Kemendagri untuk menyelesaikan masalah tersebut.