Bisnis.com, JAKARTA - Dunia usaha menyambut baik terbitnya Undang-Undang Jasa Konstruksi, yang diharapkan membuat iklim usaha jasa konstruksi jasa konstruksi tanah air di tahun depan berjalan lebih baik.
Adanya pengaturan rantai pasok dalam undang-undang tersebut juga diproyeksikan memperbaiki kualitas bangunan di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Konstraktor Indonesia (AKI) Zali Yahya menjelaskan Undang-Undang Jasa Konstruksi mengatur pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan jasa konstruksi.
Menurutnya hal ini akan bermanfaat terutama dalam hal pengembangan kapasitas pelaku usaha jasa konstruksi yang dilakukan antar pemerintah pusat dan daerah.
“Kami melihat dan berharapnya akan jauh lebih baik karena substansinya sudah up to date dengan perkembangan jasa konstruksi yang dinamis, dan bisa menjawab persoalan yang terjadi,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis.com, Selasa (20/12/2016).
Dia menambahkan salah satu poin penting yang membuat pelaku usaha lega adalah mengenai perubahan prosedur penyelesaian sengketa konstruksi, dari semula yang dinyatakan sebagai kegagalan konstruksi, menjadi kegagalan bangunan. Aturan baru menyatakan penyelesaian sengketa konstruksi akan diproses setelah masa konstruksi selesai.
Mengenai badan usaha asing, UU Jaskon juga telah memuat proteksi atas tenaga kerja konstruksi lokal. Sejumlah persyaratan yang dimuat antara lain kewajiban badan usaha asing untuk melakukan kerja sama operasi dengan badan usaha nasional, mengutamakan tenaga kerja Indonesia, memiliki teknologi canggih, serta memiliki sertifikasi.
Substansi lainnya yang tak kalah penting adalah adanya pengaturan mengenai pemilihan dan penggunaan rantai pasok material konstruksi dari hulu hingga hilir. Adanya standarisasi diyakini akan meningkatkan kualitas dan keamanan proyek konstruksi baik itu proyek infrastruktur pemerintah maupun residensial.
“Proses pemilihannya diatur, bagaimana mekanisme verifikasi dan persetujuannya jadi lebih jelas. Sebelumnya tiap proyek mengatur dirinya sendiri, tapi sekarang sudah ada standar nasionalnya,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Kontsruksi Indonesia (Gapensi) Andi Karumpa juga menyambut baik pengesahan itu. Gapensi berharap, tak ada lagi aksi kriminalisasi terhadap pelaksana konstruksi di Tanah Air. “Kami sambut baik, semoga tidak ada lagi aksi sepihak berupa kriminalisasi kepada pelaksana konstruksi,” ujarnya.
Pihaknya telah mengawal dan memberikan masukan atas RUU ini sejak dua tahun lalu yang kemudian disahkan menjadi UU.
UU ini terdiri dari 14 Bab dan 106 pasal dan telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain, seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan terkait lainnya.
“Jadi, dalam UU ini tidak boleh ada lagi pihak-pihak yang berupaya menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi lalu mengganggu proses pembangunan. Di sini ada perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi,” ujarnya.
Menurutnya, penegak hukum harus memahami bahwa pada UU ini tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi, hanya ada klasul kegagalan bangunan. Poin penting lainnya yang digarisbawahi Gapensi adalah pengaturan rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan.
Andi menambahkan selanjutnya sosialisasi atas UU ini hingga ke daerah-daerah penting untuk diperkuat.
Di sisi lain, adanya kemungkinan revisi UU ini akan terus berjalan, mengingat perkembangan jasa konstruksi berlangsung dinamis. Misalnya bagaimana menghadapi perubahan rantai pasok dalam pengadaan barang dan jasa serta mutu konstruksi yang terus berkembang.
“Tinggal sosialisasi ke penegak hukum, pengusaha, pemerintah daerah, dan stakeholders sampai ke daerah ini penting, agar pengusaha tidak ragu lagi dalam menjalankan tugasnya mengerjakan pengerjaan konstruksi,” ujarnya.