Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Petrokimia Tak Khawatir dengan Rencana OPEC

Pelaku industri petrokimia mengaku tidak khawatir dengan kesepakatan OPEC terkait rencana penurunan produksi minyak karena hal tersebut dianggap sebagai langkah untuk menstabilkan harga semata.
Alat pengebor minyak bumi/Antara
Alat pengebor minyak bumi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri petrokimia mengaku tidak khawatir dengan kesepakatan OPEC terkait rencana penurunan produksi minyak karena hal tersebut dianggap sebagai langkah untuk menstabilkan harga semata.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono menilai harga minyak mentah US$40 yang terlalu murah memang menguntungkan bagi industri petrokimia, tetapi akan melemahkan industri migas, maka rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tersebut hanya sebagai upaya untuk menstabilkan harga.  

“Kelihatannya mereka menstabilkan harga saja, jadi tidak menaikkan harga karena sudah mulai cenderung turun. Artinya kalau harga minyak mentah US$50, naphta sekitar US$450, petrokimia tidak ada masalah,” ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (4/12).

Biasanya, dia melanjutkan, harga memang cenderung naik pada akhir Desember. Dia memproduksi harga minya pada 2017 masih bertahan di level US$50 per barel.

Sebelumnya, OPEC memangkas hingga 1,2 juta barel atau menjadi 32,5 juta barel per hari sesuai dengan pertemua di Wina, Austria pada akhir November lalu. Rencananya, pemberlakuan tersebut akan dimulai pada 1 Januari 2017.

Jika harga naik hingga US$60 mungkin akan ada dampaknya, tapi relaktansi hingga produk polimer hany mencapai US$50 pada produk turunan berupa polimer.

Menurutnya, titik kritikal bagi industri petrokimia adalah ketika harga minyak mentah mencapai  US$70 per barel.

“Kalau segitu nanti LPG dan batubara bisa menjadi substitusi dan naphta base bisa berkurang. Jadi produksi dari batubara akan mengisi pasar. Antara naphta, batubara dan LPG bisa saling tukar tempat. Selama ini minyak masih paling efisien,” terangnya.

Saat ini produksi minyak mentah dalam negeri hanya sekitar 800.000 barel, sementara kebutuhan dalam negeri sekitar 1,8 juta. Akibat tidak adanya sumber sumur yang baru, Indonesia masih butuh 1 uta barel untuk impor minyak mentah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper