Bisnis.com, NUSA DUA - Produksi crude palm oil (CPO) Indonesia pada tahun depan diprediksi akan ada di sekitar 30 juta-an ton, lebih tinggi dari tahun ini.
"Kenaikan produksi CPO 2017 dipengaruhi kondisi cuaca akibat La Nina pada 2016," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono di sela-sela The 12th Indonesian Palm Oil Conference and 2017 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11/2016).
Namun, Joko belum bisa memproyeksikan besaran pasti kenaikan jumlah produksi tersebut. "2017 tidak ada yang tahu persis berapa produksi. Tapi faktor La Nina tahun ini akan berdampak positif pada produksi tahun depan. Diharapkan akan naik produksinya, akan bagus," kata Joko.
Berdasarkan data dari Gapki, produksi CPO pada 2016 diproyeksikan menurun jika dibanding tahun sebelumnya. Tercatat, pada 2014 produksi CPO nasional mencapai 31,5 juta ton, dan naik menjadi 32,5 juta ton pada 2015. Pada 2017 produksi diproyeksi naik.
Dengan proyeksi jumlah produksi CPO dalam negeri meningkat, akan ada permasalahan lain yang harus dihadapi. Peningkatan tersebut akan mengakibatkan kelebihan pasokan terhadap permintaan dunia yang akan berdampak pada harga komoditas unggulan Indonesia itu.
Namun, menurut Joko, untuk di Indonesia kondisi akibat adanya kelebihan pasok tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan. Pemerintah memiliki program B20, yang mewajibkan bauran minyak nabati dengan bahan bakar solar sebesar 20%.
"Indonesia akan tetap baik-baik saja, karena kita punya program yang fleksibel untuk biodiesel. Bahkan bisa naik sampai B30," kata Joko.
Tercatat, harga rata-rata CPO pada 2016 mengalami fluktuasi. Pada Januari, rata-rata harga berada pada titik terendah yakni US$557,2 per ton. Sementara pada bulan selanjutnya mengalami kenaikan menjadi US$628,9 per metrik ton.
Kenaikan paling tinggi selama periode Januari-Oktober 2016 terjadi pada September yang menyentuh harga US$768,6 per ton. Namun, kembali menurun pada Oktober menjadi US$722,0 per ton.