Bisnis.com, JAKARTA – Nilai pernyataan harta yang disampaikan para wajib pajak dalam program amnesti pajak (tax amnesty) hingga Kamis (24/11/2016), pukul 17.33 WIB, terpantau menghampiri Rp3.946 triliun.
Dari angka tersebut, nilai deklarasi dalam negeri mendominasi peraihan dengan Rp2.818 triliun, sedangkan nilai repatriasi harta mencapai Rp143 triliun atau sekitar 14,3% dari target Rp1.000 triliun.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, nilai pernyataan harta meningkat sekitar Rp16 triliun setelah mencapai Rp3.930 triliun pada pekan lalu (Kamis, 17/11/2016) pada pukul 16.37 WIB, serta naik sekitar Rp4 triliun dibandingkan pencapaian kemarin (Rabu, 23/11/2016) pukul 18.13 WIB dengan Rp3.942 triliun.
Merujuk data statistik amnesti pajak yang dilansir laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, harta yang dilaporkan itu mayoritas bersumber dari deklarasi harta bersih dalam negeri (71,41%), diikuti oleh deklarasi harta bersih luar negeri (24,96%), dan repatriasi aset dari luar negeri (3,62%).
Berdasarkan angka deklarasi dan repatriasi itu, jumlah penerimaan uang tebusan amnesti pajak mencapai Rp98,7 triliun, atau sekitar 59,81% dari target penerimaan uang tebusan sebesar Rp165 triliun hingga akhir program pada Maret 2017 mendatang.
Nilai realisasi tersebut berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang mencakup pembayaran tebusan amnesti pajak, pembayaran tunggakan pajak, dan pembayaran penghentian pemeriksaan bukti permulaan.
Komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan hingga hari ini:
- Orang Pribadi Non UMKM: Rp80,5 triliun
- Badan Non UMKM: Rp10,5 triliun
- Orang Pribadi UMKM: Rp3,70 triliun
- Badan UMKM: Rp234 miliar
Adapun komposisi pernyataan harta terdiri dari:
- Deklarasi Dalam Negeri: Rp2.818 triliun
- Deklarasi Luar Negeri: Rp985 triliun
- Repatriasi: Rp143 triliun
TARIF
Pelaksanaan Program Tax Amnesty digelar selama sekitar sembilan bulan sejak 18 Juli hingga 31 Maret 2017 dan terbagi atas tiga periode masing-masing selama tiga bulan.
Selama periode Juli hingga 30 September 2016 lalu, tarif tebusan yang berlaku sebesar 2% untuk repatriasi. Pada periode kedua mulai 1 Oktober - 31 Desember 2016, tarif repatriasi yang berlaku sebesar 3%, sedangkan untuk periode 1 Januari - 31 Maret 2017 berlaku tarif repatriasi sebesar 5%.
Tarif tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang hendak melaporkan harta (deklarasi) di dalam negeri. Sedangkan wajib pajak yang hendak mendeklarasi harta di luar negeri dikenai tarif masing-masing 4%, 6% dan 10% untuk ketiga periode tersebut.
Khusus bagi UMKM, dikenakan tarif seragam mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017, yakni 0,5% untuk aset di bawah Rp10 miliar dan 2% untuk aset di atas Rp10 miliar.
Sejak awal periode tax amnesty hingga awal pekan keempat November, telah diterima total 471.190 surat pernyataan. Adapun, jumlah surat pernyataan yang tercatat sepanjang bulan ini sejumlah 33.151.
Berdasarkan uraian dalam dashboard amnesti pajak hari ini pukul 17.33 WIB, jumlah nilai pernyataan harta yang tercatat sepanjang November mencapai Rp81,70 triliun.
Adapun, dalam komposisi pernyataan harta yang tercatat hari ini, pencapaian nilai deklarasi harta bersih dalam negeri tercatat naik sekitar Rp3 triliun setelah mencapai Rp2.815 triliun pada Rabu (23/11/2016) pukul 18.13 WIB.
Merujuk komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan, kontribusi kenaikan nilai dicatatkan oleh orang pribadi (OP) non UMKM, OP UMKM, dan badan UMKM dengan total sekitar Rp121 miliar dibandingkan pencapaian kemarin.
Hingga hari ini, WP (wajib pajak) OP non UMKM memberikan kontribusi terbesar total senilai Rp80,5 triliun, disusul oleh badan non-UMKM dengan Rp10,5 triliun.
Di posisi berikutnya adalah OP UMKM dengan total kontribusi senilai Rp3,70 triliun atau naik Rp20 miliar, sedangkan badan UMKM mencatatkan kontribusi senilai Rp233 miliar atau bertambah Rp1 miliar dibandingkan pencapaian kemarin.
INSENTIF KONKRET
Potensi penambahan WP baru dari kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) cukup besar. Namun, beberapa pelaku sektor ini masih membutuhkan insentif yang lebih konkret terkait dengan keuntungan masuk sistem resmi perpajakan.
Menurut Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), pemerintah harus membuat paket kebijakan untuk UKM yang lebih komprehensif dengan mengedepankan insentif konkret.
Insentif konkret yang dimaksud seperti akses ke perbankan, dukungan pemasaran, kemudahan ekspor-impor, sarana pembukuan, perizinan, tarif yang murah, dan kemudahan administrasi perpajakan.
Tinjuan terkait pajak penghasilan (PPh) final 1% terhadap omzet, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2013 juga perlu dilakukan. Beberapa pelaku usaha sebelumnya telah mengeluhkan pajak final ini saat Ditjen Pajak blusukan ke beberapa pusat perbelanjaan.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP mengatakan tarif PPh final 1% sudah cukup ringan saat analisis diterbitkannya PP No. 46/2013. Namun demikian, DJP membuka evaluasi terhadap kebijakan ini.
“Tentunya satu kebijakan itu di-review kembali, demi suksesnya kebijakan tersebut. Walaupun kami melihat itu seharusnya sudah sangat membantu. Namun kami akan lihat. Apakah itu terlalu tinggi atau sosialisasi yang kurang,” katanya, seperti dilansir Bisnis.com (21/11/2016).