Bisnis.com, Jakarta -- Badan Pusat Statistik merilis hasil survei Kualitas Air 2015 yang menunjukkan kemampuan masyarakat untuk mengakses air minum yang layak dan aman memiliki korelasi sangat erat dengan tingkat kemiskinan.
Hal itu disimpulkan berdasarkan hasil uji coba Survei Kualitas Air (SKA) 2015 di Yogyakarta. Pengujian sampel sebanyak 940 rumah tangga itu menunjukkan 67,1% rumah tangga memiliki air siap minum yang terkontaminasi bakteri E.Coli.
Hasil SKA juga menunjukkan perkiraan rumah tangga dengan akses air minum aman hanya 8,5% dan sanitasi memadai sebesar 45,5%. Sementara, Yogyakarta dipilih sebagai sampel karena 81% rumah tangganya memiliki akses terhadap air minum layak, angka itu juga melebihi rata-rata nasional sebesar 71%.
Selain itu, sebanyak 86,3% rumah tangga di Yogyakarta sudah memiliki akses sanitasi layang. Presentase itu juga melebihi rata-rata nasional yang hanya 62,1%.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan hasil pengujian sampel air minum pada SKA 2015 itu juga menunjukkan 89% sumber air minum rumah tangga terkontaminasi bakteri E.coli.
Menurutnya, kemampuan masyarakat untuk mengakses air minum layak dan aman dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan pendidikan. Semakin rendah tingkat pendapatan dan pendidikan, maka kadar bakteri E.coli semakin tinggi.
"Disana terlihat bahwa semakin rendah tingkat pendapatan, semakin rendah tingkat pendidikan maka kadar bakteri E.colinya lebih tinggi. Kita perlu melakukan edukasi yang lebih pada masyarakat bagaimana berperilaku sehat," katanya, di Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Dia meyakini kualitas air yang lebih buruk bisa terjadi di daerah lain terutama di kawasan Indonesia Timur. Nantinya, hasil SKA 2015 inj menjadi pedoman survei serupa di masa mendatang yang akan dilakukan dalam skala lebih luas.
"Ini uji coba pertama kali di Yogyakarta, tentunya nanti BPS dengan Bappenas dan Kementerian Kesehatan akan berupaya untuk melakukan dalam skala yang lebih luas," ucapnya.