Bisnis.com, JAKARTA –International Air Transport Association (IATA) mengandeng Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti untuk melakukan sosialisasi penanganan produk barang berbahaya, termasuk baterai jenis ion lithium, dalam penerbangan.
Direktur Lembaga Pengembangan Manajemen Transportasi dan Logistik (LPMTL) STMT Trisakti Salahudin Rafi menuturkan kerjasama dengan IATA ini dituangkan ke dalam bentuk workshop bertajuk 'IATA Dangerous Goods Workshop' yang diadakan hari ini, Senin (14/11), di gedung STMT Trisakti Jakarta.
"Ini merupakan kebanggan yang sangat luar biasa karena dari sejumlah workshop serupa yang digelar IATA di beberapa negara, STMT Trisakti merupakan lingkungan kampus pertama yang dijadikan tempat pertama pelaksanaan kegiatan rutin tahunan IATA ini," ujarnya, Senin (14/11).
Lokakarya (workshop) yang terkait dengan penanganan baterai jenis ion lithium ini sangat dibutuhkan oleh industri penerbangan dalam negeri. Sejauh ini, dia melihat regulasi nasionan yang mengatur penanganan baterai ion lithium belum mengatur dengan jelas.
Sementara itu, dia mengatakan negara lain telah menerapkan pelarangan terhadap pengiriman baterai berjenis ion lithium melalui jalur udara. "Jika memang mendesak dan sangat diperlukan dengan alasan keselamatan penerbangan, sangat memingkinkan untuk direkomendasikan penyesuaian maupun pembaharuan regulasi penerbangan terkait hal ini," tegasnya.
Terkait baterai lithium, Kasubdit Standarisasi Kerjasama dan Program Direktorat Keamanan Penerbangan Dwi Afrianto mengatakan Kementerian Perhubungan melakukan pelarangan bagi penumpang dan awak pesawat membawa Samsung Galaxy Note 7 atas rekomendasi FAA.
"Karena ponsel ini mempunya potensi menimbulkan bahaya. Yang bahaya itu sebenarnya baterai lithiumnya, tetapi masalahnya baterainya tidak bisa dilepas dari selularnya. Mau tidak mau, kita harus larang," ujarnya dalam acara workshop tersebut.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa melarang seluruh baterai lithium karena semua barang elektronik saat ini banyak mengunakan baterai lithium, termasuk pesawat. Contohnya, pesawat terbang jenis Dreamliner Boeing.
Namun selama belum ada referensi baik dari ICAO maupun FAA, dia mengatakan pemerintah tidak dapat berbuat banyak.
Sejauh ini, dalam surat edaran (SE)No.16 Tahun 2016, Kemenhub sudah memperingatkan kepada penumpang dan awak pesawat agar tidak melakukan pengisian baterai, mengaktifkan telepon selular dan menyimpan baterai atau power bank di dalam kabin pesawat.
Yang menjadi perhatian, ungkap Dwi, penanganan dangerous goods oleh jasa penitipan barang dan pos karena mereka belum diatur secara khusus untuk memiliki personil yang menangani jenis barang ini.
Akhirnya, banyak kasus barang kiriman yang harus dipulangkan karena di dalamnya terdapat barang berbahaya setelah diperiksa oleh regulated agent atau petugas kargo di bandara.
Dengan adanya petugas khusus, dia berharap perusahaan jasa penitipan barang dan pos bisa melakukan penyaringan barang berbahaya sebelum diterbangkan dengan pesawat udara.
"Kita tidak bisa mengatur karena izin usahanya ada di Kemenkominfo," ujarnya.
IATA Gandeng STMT Sosialisasi Dangerous Goods dalam Penerbangan
International Air Transport Association (IATA) mengandeng Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti untuk melakukan sosialisasi penanganan produk barang berbahaya, termasuk baterai jenis ion lithium, dalam penerbangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
15 jam yang lalu
Bos Eramet Buka-bukaan Soal RI Batasi Pasokan Nikel
17 jam yang lalu