Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghiliran Petrokimia: Produk Impor dari China Masih Jadi Ganjalan

Pelaku industri petrokimia menilai penghiliran di sektornya sudah berjalan cukul baik. Hanya saja, tantangan pengembangan untuk melawan produk impor di hilir masih mengganjal.
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/Istimewa
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/Istimewa

Bisnis.com JAKARTA -- Pelaku industri petrokimia menilai penghiliran di sektornya sudah berjalan cukul baik. Hanya saja, tantangan pengembangan untuk melawan produk impor di hilir masih mengganjal. 

Vice President Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Suhat Miyarso menilai penghiliran di sektor petrokimia dalam negeri sudah cukup baik, tetapi masih dihambat dengan membanjirnya produk China dengan harga murah dan kualitas rendah.

Namun menurutnya kebijakan yang menjadi tanggung jawab pemerintah belum bisa sepenuhnya diimplementasikan untuk mendukung penghiliran.

“Belum terasa karena kebijakannya belum sampai ke tingkat pelaksanaan, misalnya penurunan harga gas. Selain itu, sulitnya mengurus perizinan industri baru terutama untuk di daerah,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (30/10/2016).

Sampai saat ini industri di sektor hulu masih bisa bernapas lega sebab harga minyak yang rendah yaitu di bawah US$50 per barel yang berdampak positif pada pengembangan usaha. Bahkan perusahaan telah melakukan ekspansi fasilitas naphta cracker yang mencapai US$380 juta sehingga meningkatkan kapasitas ethylene perusahaan dari 600.000 ton menjadi 860.000 ton.

Suhat mengaku perusahaan memanfaatkan momentum rendahnya harga crude oil untuk membangun lebih banyak bahan baku plastik, yaitu polietilena dan polipropilena masing-masing 400.000 ton dan 100.000 ton.

Perusahaan juga tengah mengembangkan pabrik styrene butadiene rubber atau karet sintetis untuk bahan baku ban lewat anak usahanya yang baru-baru ini menerima fasilitas tax holiday, PT Synthetic Rubber Indonesia yang memproduksi produk turunan butadiene dan styrene monomer dengan kapasitas 100.000 ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper