Bisnis.com, JAKARTA – Dari total komitmen investasi US$201 miliar hasil kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo sepanjang tahun ini, sebanyak 16% komitmen atau setara US$32miliar telah mendapat izin investasi atau dalam proses realisasi.
Di sisi lain, sebanyak 84% komitmen investasi atau setara dengan US$169miliar masih belum mengajukan izin investasi. Sejumlah proyek itu terkendala baik di Indonesia maupun di internal perusahaan.
Secara total, Badan Koordinasi Penanaman Modal mengidentifikasi 110 perusahaan yang memberikan komitmennya dengan total investasi senilai US$201 miliar dari hasil kunjungan kenegaraan Presiden ke 9 negara, yaitu Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Inggris, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan China.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan dalam dua tahun ini, pemerintahan Jokowi-JK telah mampu menaikkan sentimen investasi yang positif ke investor, dalam dan luar negeri.
Menurut Thomas, deregulasi, rasionalisasi kebijakan, pembangunan infrastruktur, akses kesehatan dan pendidikan telah menaikkan kredibilitas pemerintah yang berdampak pada peningkatan investasi, kendati ekonomi dunia tengah tertekan.
“Realisasi terus naik di periode ekonomi dunia sedang sakit. Di saat komoditas anjlok. Ini sangat baik,” ujarnya, dalam media briefing 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK, di Kantor Staf Presiden, Selasa (25/10/2016).
Per Semester I/2016, realisasi investasi mencapai 50,1% dari target tahun ini Rp595 triliun. Jumlah itu naik 14,8% dibandingkan dengan semester 1/2015.
Adapun, Thomas mengatakan peringkat Indonesia sebagai Tujuan Investasi Dunia meningkat dari posisi 14 menjadi 9 dari survei yang dilakukan oleh UNCTAD, PBB, yang dirilis Oktober ini.
Dalam survei itu, Indonesia berada diatas Malaysia di posisi 10. Sementara itu, Amerika Serikat, China dan India berada di tiga teratas. “Survei itu dilakukan pada CEO di seluruh dunia tentang rencana investasi ke depan, dan posisi kita naik menjadi di peringkat 9,” jelasnya.
Pemerintah sendiri menggencarkan pengalihan investasi dari sektor yang sedang tertekan seperti tambang dan komoditas, ke sektor yang lebih menjanjikan seperti pariwisata dan industri nilai tambah.