Bisnis.com, JAKARTA– Pelaku usaha pengolahan kakao alam negeri merekomendasikan impor komoditas itu dikeluarkan dari kewajiban sertifikasi laboratorium di negara asal oleh Badan Karantina Pertanian.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) SIndra WIjaya mengungkapkan pada umumnya negara-negara pengekspor kakao adalah negara berkembang yang belum memiliki laboratorium dengan fasilitas memadai.
“Kami tetap ingin impor biji kakao itu tidak perlu diperiksa di laboratorium yang sudah tersertifikasi karena itu kan nanti akan kami olah lagi. Jadi pasti aman,” ungkap Sindra di Jakarta, Sabtu (24/9/2016).
Pemerintah mewajibkan pangan segar yang diimpor oleh Indonesia untuk dapat dilakukan pengecekan awal di negara pengekspor. Kendati demikian, laboratorium negara pengekspor harus terlebih dahulu disertifikasi oleh Badan Karantina Pertanian.
Sertifikasi laboratorium karantina negara pengekspor ini merupakan amanah dari Permentan Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan.
Pasal 10 ayat (1) beleid tersebut menyebutkan sertifikat hasil uji diterbitkan oleh laboratorium penguji negara asal yang telah diregistrasi dan diaudit oleh Badan Karantina Pertanian. Setelah sertifikat tersebut diterbitkan, Badan Karantina Pertanian tidak perlu lagi mengecek kondisi fisik barang yang dikirimkan.
Kebijakan ini dinilai menghambat impor biji kakao yang dilakukan industri pengolahan untuk dapat memenuhi kapasitas produksi. Apalagi, industri sudah terluka dengan produksi biji kakao yang setiap tahun trennya menunjukkan penurunan.