Bisnis.com, MEDAN - Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara bergerak konvensional. Pemacunya hanya tiga sektor perekonomian tradisional, yakni pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan. Namun, dukungan besar pemerintah pusat dan potensi yang ada membuat Sumut mulai menggantungkan harapan pada sektor baru, pariwisata.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumut Difi A. Johansyah menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, pariwisata Sumut merupakan modal besar. Sumut tak bisa lagi hanya bergantung pada ketiga sektor konvensional di atas.
"Sumut memang harus mencari sumber pertumbuhan baru. Kami pikir paling potensial sekarang adalah pariwisata. Kemudian, maritim. Pembangunan pariwisata di Danau Toba misalnya, saat ini mulai menarik pertumbuhan sektor lainnya, seperti infrastruktur, transportasi khususnya penerbangan, dan perbankan," jelas Difi, belum lama ini.
Pemerintah pusat pun bersemangat membangun pariwisata Sumut. Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional, Sumut mendapatkan tujuh Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN), satu Destinasi Pariwisata Nasional dan tiga Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Tercatat, Sumut memiliki total 339 objek wisata. Namun, yang beroperasi komersial baru 120 objek wisata.
Kepala Advisory Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah BI Sumut Budi Trisnanto mengemukakan, pariwisata memiliki potensi multiplier effect yang besar terhadap sektor lainnya. Perdagangan misalnya, akan mendapatkan forward linkage 2,2, dan backward linkage 0,98. Beberapa sektor lain yang akan terdampak seperti hotel dan restoran, serta angkutan darat, air dan udara.
"Selain itu, potensi kunjungan wisatawan khususnya mancanegara sangat besar, terutama dari Malaysia dan Eropa. Hasil kajian kami menunjukkan total belanja wisman ini dalam 1 tahun bisa meningkatkan output Sumut 0,42%. Umumnya, pengeluaran wisman untuk akomodasi, transportasi, dan jasa. Ini menjadi tantangan," papar Budi.
Kendati demikian, pembangunan pariwisata di Sumut bukan tanpa hambatan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di antaranya akses yang belum optimal, minimnya kesadaran dan profesionalisme pelaku usaha pariwisata, alokasi APBD yang terbatas, serta belum ada kalender pariwisata baku. Untuk alokasi APBD, dukungannya terus menurun. Per tahun alokasi hanya 0,2%.
Tak hanya itu, BI Sumut menilai pariwisata di provinsi ini juga minim promosi, koordinasi antar institusi terkait, dan rute penerbangan potensial.
Selama ini kontribusi pariwisata terhadap PDRB memang kecil. Ini terlihat dari pertumbuhan subklasifikasi penyediaan makan minum, transportasi dan pergudangan serta perdagangan dan reparasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, kontribusi kedua subkelompok tersebut pada semester I/2016 masing-masing 0,11%, 0,32% dan 0,68%. Tak hanya itu, jika dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan dan tingkat hunian kamar hotel berbintang juga cenderung menurun.
Kendati demikian, pemprov terus optimistis terhadap pariwisata sebagai pendongkrak perekonomian. Target kunjungan wisman pun terus dipatok naik. Pada tahun ini targetnya mencapai 363.357 orang. Pada tahun depan 399.692 orang dan pada 2018 439.661 orang. Peningkatan ini diharapkan mampu mendongkrak kontribusi PDRB dari pariwisata 2,31%-2,36%.
Khusus untuk infrastruktur, Danau Toba misalnya, pemerintah pusat bersama pemprov tengah mengupayakan realisasi jalan arteri non-tol lingkar luar 248,53 km. Selain itu, ada pula pengembangan jaringan kereta api 505,42 km, serta pengembangan enam bandara perintis terutama di pantai Barat seperti Bandara Tobasa, Silangit, FL Tobing di Sibolga, Binaka, Lasondre di Nias Selatan dan Aek Godang di Padang Sidempuan.
Pada awal bulan ini Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi juga telah meresmikan Gedung Pusat Informasi dan Dagang UMKM Sumut.
"Kami ingin ini menjadi galeri produk-produk unggulan di Sumut, baik yang dikelola oleh pemerintah maupum UMKM. Ini merupakan salah satu upaya kami untuk terus mendorong pariwisata," ucapnya.