Bisnis.com, MEDAN - Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sumatra Utara tak kunjung disahkan sejak mulai dibahas 3 tahun lalu. Pemprov Sumut mengklaim seluruh kabupaten/kota sudah menyetujui ranperda tersebut.
Sebelumnya, pengesahan memang terkendala persetujuan beberapa pemkab/pemko terutama masalah penunjukkan kawasan hutan. Saat ini rujukan menggunakan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.579/2014, yang merupakan revisi dari SK Menhut No.44/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumut.
"Pembahasan paripurna soal ranperda RTRW di DPRD Sumut sampai saat ini belum. Padahal surat dari Mendagri sudah. Menteri PU dan Pera juga sudah. Surat gubernur dan persetujuan semua daerah sudah. Kami meminta ini dipercepat. Hanya dua provinsi lagi yang belum mengesahkan RTRW, salah satunya Sumut," papar Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut Arsyad Lubis, Rabu (24/8/2016).
Lebih lanjut, dia menjelaskan akibat keterlambatan pengesahan ranperda RTRW, banyak proyek pembangunan, khususnya infrastruktur ikut terkendala. Arsyad mencontohkan pembangunan jalan tol Trans Sumatra dan Pelabuhan Kuala Tanjung.
"Sekarang Sumut sedang diawasi terus oleh KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi]. Kami mohon agar proses pembahasan dipercepat. Kalau ini tidak selesai juga, akan muncul banyak permasalahan," tambah Arsyad.
Saat ini, Bappeda Sumut juga terus mendorong penerbitan ranperda RTRW tujuh kabupaten/kota yang memiliki pimpinan daerah baru hasil pilkada pada akhir tahun lalu. Ketujuh daerah tersebut yakni Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu Selatan, Samosir, Toba Samosir, Padang Lawas dan Tapanuli Selatan.
Adapun, pernyataan tersebut dibantah oleh Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan. Menurutnya, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat persetujuan ranperda RTRW dari pemkab/pemko.
"Kami meminta kalau memang pemprov sudah menerima, silahkan diteruskan ke pimpinan DPRD. Kalau semua sudah clear, kan bisa dijadwalkan paripurnanya. Kami juga ingin segera, karena masih menjadi pekerjaan rumah sejak periode lalu," jelas Sutrisno.
Dia menjelaskan, pihaknya juga mendapat pandangan yang berbeda mengenai penunjukkan kawasan hutan baik dari Kemenhut maupun Kemendagri. Pada saat kunjungan kerja ke Kemenhut, pelepasan kawasan hutan yang belum selesai dapay dilakukan parsial. Apabila ada lokasi yang bermasalah, dapat ditunda dulu pembahasannya, dan bisa memproses lokasi lainnya.
"Tapi di Kemendagri, permasalahan harus selesai dahulu, baru ranperda bisa disahkan," katanya.