Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meragukan adanya perusahaan mebel asing yang hendak merelokasi pabriknya dari Indonesia ke Vietnam.
“Buktinya mana? Itu sengaja di-blow up padahal mana ada,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Rufi'ie seusai acara Sosialisasi Lisensi FLEGT Indonesia di Jakarta, Senin (22/8/2016).
Dia balik menantang pihak yang menghembuskan isu itu agar menyebutkan nama dan lokasi produksi perusahaan tersebut. Rufi'ie malah menduga perusahaan asing itu memang memiliki pabrik di berbagai negara termasuk Indonesia dan Vietnam.
Sebelumnya, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyebutkan salah satu perusahaan asing berskala besar berencana memindahkan pabriknya ke Vietnam. Perusahaan itu diklaim mengekspor sekitar 250 kontainer setiap bulan dan mempekerjakan sedikitnya 5.000 orang.
Pemilik perusahaan merasa keberatan dengan berbagai aturan di Indonesia termasuk sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Sementara di Vietnam, pemerintah setempat memberikan beragam insentif termasuk tax holiday, harga khusus bagi pembelian tanah oleh investor di sektor industri padat karya, hingga tunjangan bagi aktivitas pameran.
SVLK Vietnam
Rufi'ie mengingatkan kembali bahwa Vietnam pun hendak mengadopsi sertifikat legalitas kayu seperti Indonesia. Negara itu kini tengah bernegosiasi dengan Uni Eropa sebagai upaya mendapatkan lisensi Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT).
Namun, Rufi'ie menilai negeri komunis itu lebih sulit mendapatkan lisensi FLEGT dibandingkan dengan Indonesia. Pasalnya, Vietnam tidak memiliki lembaga independen sebanyak Indonesia yang berfungsi untuk memantau pelaksanaan penerapan legalitas kayu.
SVLK mulai diberlakukan oleh Kementerian Kehutanan (sekarang: KLHK) pada Juni 2009 guna menjamin aspek legal kayu dari izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, hingga perdagangan. Per April 2016, Kementerian Perdagangan mewajibkan SVLK sebagai syarat ekspor seluruh produk industri kehutanan.
Kepala Subdirektorat Kehutanan Kemendag Muhammad Suaib Sulaiman membenarkan bila sebagian pelaku usaha skala kecil dan menengah mengeluhkan penerapan SVLK karena alasan biaya. Namun, Suaib memastikan Kemendag tidak akan mengubah Permendag No. 25/2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang mewajibkan SVLK.
“SVLK bukan hambatan, tetapi niat baik kita agar bahan baku kayu bisa terlacak,” katanya di tempat yang sama.