Bisnis.com, JAKARTA - Menyusul rencana perubahan pola kompensasi gas buang di sekitar wilayah kerjanya, Joint Operating Body Pertamina PetroChina East Java (JOB PPEJ) mendapat reaksi keras dari warga di Tuban, Jawa Timur.
Bagaimanapun, kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) tersebut mengklaim perubahan tersebut telah sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Field Manager Sugeng Setiono JOB PPEJ menegaskan korporasi yang dipimpinnya akan mengikuti semua aturan main tentang operasi dan bisnis hulu migas yang digariskan undang-undang (UU) maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Karena itu, korporasi tidak akan mudah meloloskan dan meluluskan tiap tuntutan dan desakan kepentingan dari pihak lain kepada korporasi yang menyangkut keuangan maupun aspek lainnya.
Hal itu dikatakan Sugeng saat pertemuan dengan muspika Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban dan perwakilan warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko di kantor Kecamatan Soko, Kamis (27/7/2016).
Pertemuan digelar setelah warga Desa Rahayu menggelar aksi menuntut kompensasi flare dari operasi produksi minyak dan gas di lapangan Mudi, Tuban dengan operator JOB PPEJ.
"Kapasitas saya sebagai field manager yang menggantikan Pak Junizar sejak 1 April 2016 bahwa korporasi ini adalah perusahaan patungan Pertamina dengan PetroChina. Saya wakil dari Pertamina. Ini adalah perusahaan negara. Jadi ada aturan mainnya. Saya sebagai pejabat harus mengikuti aturan main yang ada," tegas Sugeng dalam keterangan pers yang dilansir pada hari yang sama.
Sugeng meluruskan informasi yang berkembang di luar bahwa tidak adanya pembayaran kompensasi pada 2016 ini, bukan karena perusahaannya tidak mau mencairkan. Namun, hal itu karena pada 2016 memang tidak ada anggaran kompensasi untuk warga masyarakat sekitar wilayah operasi korporasi.
"Semua yang dianggarkan boleh direalisasikan seperti yang dianggarkan. Supaya tak salah paham, di anggaran 2016 tak ada alokasi untuk kompensasi. Saya tidak bisa mencairkannya. Kalau mencairkan, saya menyalahi (UU)," tambah Sugeng.
Untuk perencanaan dan pembuatan anggaran korporasi telah dirancang sejak 2015. Namun, lanjutnya, untuk anggaran kompensasi, memang tidak ada. Selain itu, untuk pembayaran kompensasi harus berdasarkan fakta di lapangan apakah berdampak atau tidak.
"Harus ada dasarnya apa (untuk kompensasi). Karena itu, ada tim independen yakni dari ITS yang tidak dipengaruhi semua pihak untuk menganalisa apakah benar masih berdampak atau tidak. Kalau benar masih berdampak, ya mungkin dibayarkan. Tapi kalau tidak berdampak, ya dihentikan. Ya itu keputusan sebenarnya," jelasnya.
Untuk mensosialisasikan hasil kajian tim ITS itu, tambahnya, berdasar pertemuan di BLHD Surabaya, tim ITS dan JOB PPEJ diminta menjelaskan hasil kajian kepada Pemkab Tuban. Baru setelah itu Muspika Soko dan Pemdes Rahayu serta warga masyarakat diberikan penjelasan.
"Kenapa ITS? Karena dinilai independen. Kami hanya pelaksana, makanya dibilang JOB PPEJ adalah operator. SKK Migas adalah regulator. Kalau disuruh nutup ya kita tutup. Tapi yang nyuruh bukannya orang lain, harus negara yang menyuruh," tandas Sugeng menjawab tuntutan warga yang menyampaikan penutupan JOB PPEJ jika kompensasi tak dibayarkan.
Mediasi berlangsung sekitar 2 jam lebih dan belum membuahkan hasil, karena belum ada titik temu antara tuntutan warga dengan aturan yang mesti dijalankan korporasi secara konsisten. Warga yang tidakk menerima penjelasan terkait tuntutan pembayaran kompensasi mengancam kembali melakukan aksi turun jalan di lokasi PAD B JOB PPEJ.
Dilaporkan, jalannya pertemuan antara JOB PPEJ dengan warga dipimpin Camat Soko, Muji Slamet didampingi Kapolsek Soko AKP Yudi Hermawan dan Danramil Soko Kapten Inf Edy Suyanto juga hadir Perwakilan JOB PPEJ yakni Meri Iriadi (Field Operation Superintendent) dan Aribowo (Field HSE Superintendent). Dari perwakilan warga Desa Rahayu terdapat 30 orang, yang sebagian besar perangkat desa setempat.