Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Koperasi Bisa Antisipasi Efek Bonus Demografi

Perkoperasian harus dikembangkan menjadi pilar ekonomi penopang bangsa mulai saat ini untuk mencegah dampak sosial akibat bonus demograsi pada 2030 karena saat ini gerakan sosial ekonomi tersebut masih menjadi penggembira semata.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Perkoperasian harus dikembangkan menjadi pilar ekonomi penopang bangsa untuk mencegah dampak sosial akibat bonus demograsi pada 2030, karena saat ini gerakan sosial ekonomi tersebut masih menjadi penggembira semata.

Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (ASKES) Suroto mengatakan koperasi menjadi alternatif untuk mengurangsi tensi sosial berupa keterpurukan perekonomian bagi masyarakat kelas bawah yang bisa dilihat dari rasio gini yang mencapai 0,41 saat ini.

Gini ratio yang sudah seperti itu sedikit lagi bisa melahirkan revolusi sosial. Apalagi pada 2030 akan terjadi bonus demografi, 70% dari jumlah penduduk adalah anak muda. Kalau koperasi tidak segera dikembangkan, revolusi sosial bisa terjadi,” ujarnya saat menjadi penanggap dalam Seminar Koperasi dan Pembangunan Berkelanjutan di Magister Manajemen Universitas Indonesia, Rabu (27/7/2016).

Indonesia, lanjutnya, memiliki jumlah koperasi terbanyak di dunia dengan rata-rata di setiap desa terdapat tiga koperasi. Namun jumlah yang banyak itu tidak diiringi dengan kualitas yang baik. Bahkan, tidak sedikit koperasi di Indonesia sudah tidak aktif beroperasi.

“Kami sudah punya regulasi berupa Peraturan Pemerintah No 17/1994 tentang pembubaran koperasi jika sudah 2 tahun tidak melakukan RAT [rapat anggota tahunan],” tambahnya.

Dewi Meisari Haryanti, mewakili Tim Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI--yang melakukan pengkajian mengenai koperasi, mengatakan berdasarkan data 2014, koperasi di Indonesia mencapai 209.488 koperasi. Dari jumlah itu, hanya 80.000 yang melakukan RAT atau sebesar 38,2%.

Dia melanjutkan dengan total volume usaha koperas sekitar Rp190 triliun atau sekitar 1,9% dari PDB maka rata-rata volume usaha per koperasi sekitar Rp900 juta per tahun. Volume ini tergolong kecil jika menggunakan klasifikasi Undang-undang (UU) No.20/2008 tentang UMKM.

“Sebagai tambahan, total anggota koperasi sekitar 36,4 juta orang, atau sekitar 30% dari total angkatan kerja Indonesia,” ungkapnya.

Di sektor keuangan, terdapat 12.000 koperasi simpan pinjam KSP) atau koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) dan sekitar 98.000 unit simpan pinjam (USP) atau unit jasa keuangan syairah (UJKS) dengan total aset Rp87,27 triliun atau hanya 1,5% dari total aset 119 bank umum yang berjumlah sekitar Rp5,600 triliun per Desember 2014.

Secara umum loan to deposit ratio (LDR) koperasi di sektor keuangan sekitar 300%, sementara itu LDR perbankan sekitar 90%. Potret berbeda terjadi pada koperasi keuangan jenis koperasi kredit atau credit union yang mencatatkan LDR sekitar 85,6%.

“Dengan melihat berbagai data yang sudah disebutkan, koperasi di Indonesia saat ini bukan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia,” tuturnya.

Menurutnya, secara umum kualitas koperasi di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan salah satunya karena regulasi dan lembaga pembina tidak efektif dalam menumbuhkembangkan gerakan perkoperasian.

Karena itu, revisi regulasi agar lebih mendukung tumbuh kembang koperasi, seperti pengurangan jumlah minimum anggota, kategori jenis koperasi, serta permodalan dan keanggotaan koperasi, termasuk reformasi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) agar lebih inklusif dan berlegitimasi dengan melibatkan lebih banyak pegiat dan praktisi koperasi.

Munaldus Narang, Ketua Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR), mengatakan ada banyak kisah sukses koperasi yang menjadi bukti bahwa jika dikembangkan secara maksimal, koperasi bisa memberikan banyak manfaat bagi para anggotanya.

Dia mencontohkan credit union (CU) Keling Kumang di Kalimantan Barat yang saat ini memiliki 162.000 anggota dan aset sebesar Rp1,2 triliun dan telah memiliki banyak usaha produktif mulai dari perhotelan, lembaga pendidikan, toko retail, dan dealer sepeda motor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper