Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga riset McKinsey Energy Insights (MEI) memprediksi kelebihan pasokan gas alam cair akan terus terjadi hingga 2024 sehingga sejumlah proyek akan mencapai keputusan akhir investasi dalam 12 bulan sampai 18 bulan ke depan.
Dalam riset terbarunya, menunjukkan pasokan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) diperparah dengan adanya pasokan sebesar 100 juta ton per tahun dari terminal ekspor yang saat ini tengah dibangun di Amerika Serikat dan Australia.
Lembaga itu memprediksi pada 2019, kelebihan pasokan LNG akan mencapai angka tertinggi dengan menorehkan sebanyak 60 juta ton per tahun (ton per annum/MTPA).
James Walker, specialist di McKinsey Energy Insights mengungkapkan riset itu menunjukkan kondisi kelebihan pasokan (oversupply) di situasi market terkini disebabkan semakin menantangnya kondisi untuk operator yang mengharapkan bisa mencapai keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) dalam waktu dekat.
Namun, lanjutnya, agar proyek tersebut layak investasi, para operator memerlukan asumsi kestabilan harga LNG di level tinggi pasca 2024. Selain itu, operator juga memerlukan strategi optimalisasi biaya untuk mengurangi belanja modal dari proyek tersebut.
"Dalam kondisi pasar yang oversupply, banyak proyek akan beejuang untuk mengamankan pembeli, bahkan ketika proyek telah memasuki masa konstruksi, pasokan LNG akan menekan pasar pada waktu yang buruk," ujarnya dalam laporan itu, dikutip dari LNGworldnews, Selasa (21/6/2016).
Riset tersebut juga memprediksi bahwa pasar akan tetap kelebihan pasokan kecuali rendahnya harga LNG bisa memulihkan permintaan yang dalam dua tahun ini sangat terbatas.
Sebelumnya, pasar LNG justru diperkirakan meningkat dalam beberapa tahun mendatang seiring dengan adanya target perubahan bauran energi China pada 2020.
Negara konsumen energi terbesar dunia itu, tengah mendorong pemanfaatan LNG untuk memangkas polusi yang banyak disebabkan oleh energi dari batu bara.
China, dalam bauran energinya ingin meningkatkan pemanfatas gas menjadi 10% pada 2020 dari posisi 6% pada tahun lalu, meskipun bahan bakar itu memiliki harga hampir tiga kali lipat lebih mahal daripada batu bara untuk pembangkit listrik.
Perusahaan periset Bloomberg Intelligence and North Square Blue Oak Ltd. pada bulan lalu mengungkapkan peningkatan bauran energi gas China itu akan mendorong permintaan gas domestik menjadi 350 miliar kubik pada 2020, dengan asumsi komsumsi gas meningkat 10% setiap tahunnya.
Padahal harga gas yang dijual di China masih berkisar 2,18 yuan per meter kubik atau sekitar US$9 per juta thermal unit (million metric british thermal unit/MMBtu), sementara harga gas di Amerika Serikat hanya US$2,039 per MMBtu dan di Inggris hanya US$4,24 per MMBtu.
Adapun, konsumsi gas di China hanya meningkat 3,7% pada 2015 menjadi 191 miliar meter kubik, masih jauh dari target konsumsi mereka sebesar 230 miliar meter kubik. Sementara, peningkatan konsumsi pada tahun ini diperkirakan hanya sebesar 6%.