Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pihak menyuarakan rencana pemerintah untuk normalisasi PPN rokok dinilai perlu dikaji ulang. Pasalnya, banyak instrumen yang harus disiapkan untuk memberlakukan peraturan tersebut.
Per Januari 2016, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan tarif PPN rokok dari 8,4% menjadi 8,7% yang dikenakan di tingkatan pabrik. Ke depannya, pemerintah berencana memberlakukan PPN 10% untuk rokok.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moefti mengatakan, sistem yang dibuat pemerintah saat ini sudah pasti dan baik. "Jadi kenapa harus diubah?" ujarnya dalam rilisnya, Senin (21/6/2016).
Menurut Moefti, normalisasi butuh persiapan yang matang mulai dari sistem administrasi hingga sosialisasi ke industri terkait. Bila tidak maksimal, maka berpotensi menimbulkan ketimbangan ke depannya.
Executive Director Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah harus benar-benar siap secara administrasi untuk menerapkan normalisasi. Pasalnya, langkah ini melibatkan seluruh mata rantai industri ini.
"Jika tidak, akan rawan kebocoran-kebocoran. Jika ada kebocoran, sudah bisa dipastikan semua pihak akan rugi," paparnya.
Yustinus menuturkan, dengan sistem administrasi saat ini, dipastikan akan banyak kebocoran. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya fokus dengan sistem yang sudah ada.