Bisnis.com, MALANG - Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) khawatir populasi sapi perah berkurang drastis seingga produksi susu terganggu terkait dengan tingginya harga daging sapi.
Ketua GKSI Sulistyanto mengatakan indikasi bahwa sapi perah banyak yang dipotong karena dagingnya dikonsumsi sudah tampak.
“Rabu (15/6/2016), bersama aparat kemanan menyetop dua truk yang membawa sapi perah betina ke Rumah Potong Hewan karena bertentangan dengan UU Veriner,” ujarnya di Malang, Minggu (19/6/2016).
Jika harga daging terus tinggi di sisi lain insentif bagi usaha ternah sapi perah kurang, kata dia, maka kasus pemotongan sapi perah untuk dikonsumsi dagingnya akan makin banyak.
Dalam praktiknya, hal itu sudah berlangsung. Secara estimasi, angka kelahiran said an pertambaan populasi sebesar 7% per tahun, namun realisasinya populasi sapi relative tetap dari jumlah sapi perah di Jatim yang sekitar 180.000 ekor di Jatim.
Ketua Bidang Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia Emil B. Arifin, dalam suatu kesempatan di Malang, menyebutkan pada 2012, populasi sapi perah berkurang karena dagingnya banyak dikonsumsi.
Pada 2011, populasi sapi perah nasional mencapai 697.000 ekor dengan produksi susu sebanyak 977.000 ton, sedangkan pada 2012 menurun menjadi 611.000 ekor dengan produksi 960.000 ton.
Pada 2013, penurunan populasi sapi perah makin tajam menjadi hanya sekitar 460.000 ekor dengan produksi susu sebanyak 787.000 ton.
Menurut Sulistyanto, pemerintah harus melakukan pengetatan pengawasan pemotongan sapi betina produkitf di pasar-pasar hewan maupun di rumah potong hewan. Selain itu, perlu menggairahkan usaha peternakan sapi, utamanya sapi perah. Menurut dia, dulu pernah ada bantuan subsidi untuk tidak menjual sapi perah betina produktif.
Untuk merangsang peternak sapi perah, maka sudah waktunya pemerintah memberikan perhatian dengan memberikan subsidi segala aspek, terutama penaikan harga susu, sehingga peternak merasa untung,
Penasehat GKSI Noorwyndo dalam suatu kesempatan menegaskan dengan harga pembelian susu sebesar Rp5.000/liter oleh industri pengolahan susu (IPS), maka tidak memberikan insentif bagi peternak sapi perah untuk mengusahakan kegiayan budi daya sapi perah.
Harga yang wajar dari berbagai pihak, kata dia, sekitar Rp7.000/liter. Dengan harga sebesar itu peternak sapi perah merasa untung, sedangkan pabrikan dan konsumen tidak merasa berat.
Emil menyarankan, permasalahan pemenuhan daging dan susu tidak bisa dipisahkan. Penanganannya harus integral. Dengan begitu, maka tidak terjadi kasus penyembelihan sapi perah untuk dikonsumsi dagingnya karena pasokan sapi pedaging kurang.