Bisnis.com, JAKARTA - Tak ada negara yang mau dijuluki sebagai pengimpor minyak terbesar. Selama beberapa dekade, julukan itu selalu disematkan ke Amerika Serikat. Namun, pada tahun lalu, China memberi kejutan untuk pertama kalinya.
Dengan adanya peningkatan permintaan dan membanjirnya produksi shale oil Amerika Serikat, China kini menjadi sentral impor minyak di pasar global.
Saat harga minyak terjerembab di level US$30 per barel, Amerika Serikat menghentikan rig pengeboran yang membuat produksi minyak jatuh dan meningkatkan impor. Namun, perusahaan minyak asal China juga menurunkan produksinya kendati permintaan terus menanjak. Kedua negara kini saling menyalip.
"Saya pikir tak ada negara yang mau meningkatkan impor minyaknya dan menjadi negara importir terbesar di dunia," kata John Driscoll, Chief Stategist JTD Energy Services Pte, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (17/6/2016).
Salah satu kelompok yang seharusnya cemas adalah OPEC yang memerlukan pembeli untuk menyerap pasokan yang telah memangkas harga minyak setengah dari harga dua tahun yang lalu.
Data Badan Informasi dan Administrasi Energi AS (Energy Information Administration/EIA) menyebutkan impor minyak Amerika Serikat pada Maret mencapai 8,04 juta barel per hari. Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2013.
Selain itu, torehan tersebut juga 330.000 barel per hari lebih tinggi ketimbang angka impor minyak China pada periode yang sama. Produksi minyak AS anjlok 5,9% sejak mencapai puncak produksi pada April 2015. Sebanyak 80% rig pengeboran juga berhenti beroperasi sejak Oktober 2014.
Peningkatan impor minyak AS itu terjadi setelah dalam bertahun-tahun turun seiring meningkatnya produksi shale oil.
Sementara itu, ekonomi China tumbuh dan mendorong impor minyak tumbuh empat kali lipat sejak 2005 dan membuat negara itu sebagai konsumen minyak terbesar kedua di dunia.
China sukses menyalip impor minyak AS untuk pertama kalinya pada April 2015 dan lagi pada Februari 2016.
Produksi minyak China turun tertinggi dalam 15 tahun terakhir pada Mei 2016 yang disebabkan Petrochina Co serta CNOOC Ltd. memangkas pengeboran pada lapangan yang tidak menguntungkan. Rendahnya produksi domestik akan mendorong impor minyak dari negara-negara Timur Tengah dan Rusia.
Gordon Kwan, Head of Asia oil and gas research dari Nomura Holdings Inc. mengungkapkan China juga saat ini memiliki kilang minyak berkapasitas rendah sehingga akan mendorong impor minyak mentah dan menciptakan pasar baru.
"Saya tidak melihat AS menyalip China secara konsisten," kata Amrita Sen, Chief Oil Economist dari Energy Aspects Ltd . Terutama karena China sekarang memiliki permintaan minyak mentah berkelanjutan yang lebih tinggi untuk kilang mereka.