Bisnis.com, BANDUNG—Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Barat mendorong swasembada komoditas holtikultura, khususnya sayuran, di Tanah Priangan melalui peningkatan produksi dan peningkatan akses pasar.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Barat Soekowardojo mengatakan, dengan meningkatnya kedua hal tersebut, diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap sayuran impor akan semakin berkurang dan bahkan Jawa Barat bisa swasembada sayuran.
“Beberapa kendala yang membuat produk lokal masih kalah bersaing dengan produk impor adalah masalah harga jual, packaging [kemasan], serta akses pasar yang masih terbatas,” ujarnya dalam acara penyerahan penyerahan bantuan program sosial Bank Indonesia kepada Kelompok Tani Katata di Pangalengan, Kab.Bandung, Kamis (12/5).
Untuk mendukung tujuan tersebut serta meningkatkan kapasitas produksi hasil pertanian, BI Jabar melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) menyerahkan bantuan berupa mesin peeling dan rain shelter guna memaksimalkan kegiatan produksi dan operasional.
“Kelompok tani Katata telah menjadi penerima manfaat program klaster Bank Indonesia sejak 2014. Keunggulan kelompok ini adalah telah menerapkan teknologi tinggi seperti pengairan dengan menggunakan teknologi hydra serta penggagas rain shelter,” katanya.
Pemberian unit sarana produksi pertanian ini juga, sebut Soekowardojo, merupakan bentuk keseriusan Bank Indonesia dalam mengembangkan sektor riil di Jabar, khususnya untuk komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, BI Jabar dan Kelompok Tani Katata telah melakukan pengembangan budidaya dan menghasilkan beberapa varitas yang sebelumnya merupakan komoditas impor seperti tomat beef, tomat cherry, dan buncis kenya.
Saat ini Kelompok Katata sedang mengembangkan wortel varitas baby dan reguler. Ke depan pengembangan wortel reguler diharapkan dapat menjadi subtitusi wortel sejenis yang selama ini masih diimpor dari China.
Menurut dia, sebagai negara agraris, Indonesia berpeluang besar untuk bisa swasembada komoditas pertanian termasuk sayuran. Namun kenyataannya masih banyak produk sayuran impor yang masuk ke Indonesia dan bersaing dengan produk sayuran lokal.
“Image bahwa produk impor lebih berkualitas dan lebih aman masih melekat di masyarakat yang mendorong mereka untuk mengkonsumsi produk sayuran impor,” sebutnya.
Dia melanjutkan, melalui pembentukan klaster yang saat ini disebut dengan program pengendalian inflasi, pihaknya berharap mampu membantu para petani untuk dapat memproduksi produk komoditasnya lebih maksimal lagi serta peningkatan akses pasar.
“Kegigihan dan kerja keras kelompok membuahkan hasil dengan diraihknya juara pertama subsektor hortikultura dalam kegiatan Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi Bank Indonesia yang diikuti oleh beberapa klaster binaan BI dan binaan Pemda dari seluruh Indonesia,” tuturnya.
Keberhasilan pengendalian inflasi, sambungnya, tidak terlepas dari peran besar pemerintah daerah dan akademisi yang secara bersama-sama terus berupaya untuk memaksimalkan pengembangan klaster sayuran melalui sinergitas program kerja