Bisnis.com, JAKARTA--Penanaman sorghum di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur dinilai cukup berhasil karena mampu menghasilkan 200 ton yang ditanam di lahan seluas 65 hektar.
Dalam rilis yang diterima, Senin (9/5/2016), panen raya bahan pangan lokal jenis sorghum dilaksanakan di Dusun Likotuden Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores NTT.
Sebanyak 90 ton sorghum dipanen dari 30 hektar lahan kering milik 62 kepala keluarga di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo. Sementara dari seluruh area Flores Timur akan segera dipanen total 200 ton sorghum dari 65 hektar lahan kering tandus.
Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) Senang Sembiring, yang telah mendukung untuk pengembangan keanekaragaman hayati khususnya sumber pangan lokal di Dusun Likotuden Desa Kawalelo sejak 2014 mengatakan sorgum mampu bertahan hidup dibanding jagung dan padi di dusun ini.
“Pangan lokal terbukti bertahan sesuai iklim setempat, mari dukung bersama,”kata Sembiring.
Ahmad Bahruddin dari Jamaah Produksi Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayibah Jawa Tengah yang turuthadir mewakili gerakan pertanian pangan lokal di berbagai daerah di Indonesia mengatakan kehadiran dirinya merupakan bentuk dukungan bagi petani-petani di Flores Timur.
“Panen Raya sorghum di Flores Timur ini adalah momentum pemantik kedaulatan pangan berbasis pangan lokal, semua pihak harus betul-betul mendukung dan komitmen agar kedaulatan pangan terwujud di setiap sudut di seluruh Indonesia” ujar Bahruddin.
Panen Raya Sorghum juga dilaksanakan di Lembata, NTT, yang akan memanen 60 ton sorghum dari 20 hektar lahan kering.
Secara keseluruhan, ada 260 ton panen raya sorghum di kedua wilayah kabupaten di NTT ini menunjukkan kekayaan keragaman pangan lokal yang ada di Indonesia, yang tumbuh sesuai dengan kondisi lahannya yang beragam.
“Di wilayah lahan kering NTT seperti di Likotuden hampir mustahil menanam padi yang membutuhkan lahan gembur dan banyak air.
Begitu pula jenis tanaman lainnya bila menggunakan bibit yang bukan bibit lokal pada umumnya akan sulit ditanam dan dikembangkan" demikian disampaikan oleh Maria Loretha seorang penggerak pertanian pangan lokal lahan kering di Flores Timur.