Bisnis.com, MEDAN - Para pengusaha khususnya dari sektor industri manufaktur masih mengeluhkan keharusan untuk memiliki izin dan sertifikat layak operasi untuk operasional generator set. Adapun, keharusan tersebut dinilai mampu menghambat pertumbuhan kinerja sektor industri sepanjang tahun ini.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Laksamana Adyaksa mengatakan kewajiban tersebut tercantum dalam Surat Edaran Dinas Pertambangan dan Energi Sumut tentang Izin Operasi dan Sertifikat Layak Operasi Penyediaan Tenaga Listrik bagi Kepentingan Sendiri.
Pada surat yang dirilis pada 21 Oktober 2015 tersebut, Distamben Sumut menyebutkan, berdasarkan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU N0.30/2009, perusahaan yang memiliki penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri atau generator set harus memiliki izin operasi dan sertifikat layak operasi dari Pemprov Sumut.
Adapun, jika perusahaan melanggarnya, dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp4 miliar untuk ketiadaan izin operasi. Sementara itu, bagi yang tidak memiliki sertifikat layak operasi dikenakan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
"Kami kan tidak mungkin pakai genset kalau aliran listrik dari PLN tidak stabil. Penggunaan genset ini solusi kami agar produksi terus berjalan. Tapi di sisi lain, kami malah dipersulit dengan kewajiban punya IO dan SLO. Kalau mau cari IO dan SLO ya sebaiknya ke produsennya. Jadi periksa sebelum dijual dong," papar Laksamana, Selasa (26/4/2016).
Lebih lanjut, dia mengatakan kebijakan ini kontra produktif. Tak hanya itu, bukan tak mungkin, pertumbuhan produksi manufaktur Sumut pada kuartal I/2016 juga terhambat akibat kebijakan tersebut.
"Permasalahan industri di Sumut ini cerita lama. Harga gas yang mahal dan pasokan listrik yang kurang. Industri Sumut agak terbantu dengan penurunan harga BBM, karena listrik padam terus . Artinya biaya operasional genset sedikit berkurang. Tapi kami malah dipersulit lagi," tambahnya.
Apindo Sumut memprediksi pada kuartal I/2016, produksi manufaktur Sumut mampu tumbuh tipis. Ketidakmampuan peningkatan signifikan produksi terutama ditengarai terjadi akibat masih mahalnya harga gas untuk industri dan pasokan listrik yang tidak memadai.
"Manufaktur tidak banyak berkembang pada awal tahun ini. Kami perkirakan tumbuh 0,5%-1% dari kuartal IV/2015 saja sudah bagus sekali. Yang penting tetap tumbuh," papar Laksanama.
Kendati demikian, dia optimistis pertumbuhan produksi manufaktur akan kembali meningkat seiring berbagai proyek infrastruktur dari pemerintah pusat. Beberapa sektor yang akan tumbuh di antaranya semen, dan baja.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah dalam kesempatan lain mengeluhkan hal yang sama. Dia bahkan menyebutkan, pengecekan kepemilikan IO dan SLO genset tidak dilakukan oleh Distamben Sumut tapi polisi.
"Sudah banyak pabrik hingga hotel yang didatangi aparat hukum. Kalau tidak pakai genset bagaimana kami bisa bekerja. Di Sumut hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi lah," ucap Edy.
Berdasarkan data BPS Sumut pertumbuhan produksi industri sedang dan besar 11,72% atau di atas nasional yang hanya 4,02%. Walaupun begitu, dibandingkan dengan kuartal III/2015, justru menurun 0,79%.
Penurunan produksi dari kuartal III/2015 terutama disebabkan oleh industri kertas dan barang dari kertas 6,66%, kayu dan barang dari kayu (tidak termasuk furnitur) 4,47% dan makanan 3,75%.
Sementara itu, kelompok industri mikro dan kecil tumbuh 10,49%. Selain produksi industri logam dasar, pertumbuhannya secara y-o-y juga ditopang oleh produksi furnitur 33,45%, barang galian bukan logam 17,88%, dan makanan 17,01%. Jika dibandingkan dengan kuartal III/2015, produksi industri mikro dan kecil mengalami kenaikan 2,95%.