Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan petani menghendaki skema reformasi agraria di era pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla berupa distribusi tanah untuk lahan pertanian.
Sekretaris Jenderal Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Kustiwa Adinata menilai, skema dan peruntukan reformasi agraria yang dijanjikan Jokowi-JK masih belum jelas. Dia mempertanyakan lokasi 9 juta hektare (ha) lahan yang dijanjikan dalam kampanye.
Sampai saat ini pun, petani masih menanti janji distribusi tanah yang akan digunakan untuk lahan pertanian. Sebaliknya, selama bertahun-tahun pembagian tanah justru dinikmati oleh sektor korporasi melalui pemberian lahan-lahan konsesi untuk kegiatan perkebunan.
“Tujuan reformasi adalah mengubah struktur kepemilikan. Kalau cuma sertifikasi ketimpangan petani masih akan terjadi,” katanya dalam diskusi Evaluasi Kebijakan Agraria dan Pangan di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjanjikan reformasi agraria seluas 9 juta hektare (ha) sampai 2019. Skema reformasi akan dibagi dua yakni 50% dalam bentuk sertifikasi tanah, sisanya pembagian atau distribusi tanah untuk lahan pertanian.
Baru 1%
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang menyebut, pemerintah telah menyerahkan 32 juta ha lahan dalam bentuk konsesi. Dari jumlah itu baru 1% saja yang diperuntukkan bagi rakyat, sisanya kepada korporasi swasta maupun pelat merah.
“Kami menargetkan distribusi lahan ke depan akan lebih prorakyat. Setidaknya 18% dari alokasi diperuntukkan bagi mereka,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR-KLHK, Selasa (19/4/2016).
Ketua Departemen Penataan Produksi Aliansi Petani Indonesia (API) Muhammad Rifai juga mendesak reformasi agraria segera diimplementasikan untuk memperbaiki kondisi petani. Dalam catatannya, saat ini terdapat 14 juta rumah tangga petani di seluruh Indonesia yang masuk kategori gurem.
“Walaupun petani itu produsen beras, tapi faktanya mereka juga net konsumen. Buktinya Beras Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) banyak dikonsumsi petani dan buruh tani,” katanya.