Bisnis.com, JAKARTA- Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong implementasi revolusi data untuk dijadikan basis perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional sekaligus mengajak para pemimpin daerah untuk mengimplementasikan di daerah masing-masing.
Deputi KSP Yanuar Nugroho mengungkapkan ada dua alasan yang mendorong pihaknya terus mengupayakan implementasi revolusi data.
Pertama, pemerintah telah menyadari arti penting data sebagai basis pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. Data, katanya, menjadi bukti yang otentik sebagai pijakan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan.
“Alasan kedua, pemerintah menyadari ada arus besar demokratisasi sehingga pemerintah harus membuka diri kepada rakyat sebagai pemberi mandat,” ujarnya di sela forum internasional revolusi data untuk pembangunan, Rabu (20/4/2016).
Dua hal ini bisa dijalankan melalui open government yakni pelaksanaan pemerintahan yang lebih terbuka, paritisipatif dan lebih inovatif. Di zaman pemerintahan Joko Widodo katanya, open government diperlukan diarahkan sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.
Bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KSP berupaya mendorong pelaksanaan open data di mana pemerintah menyediakan semua data yang tidak termasuk rahasia negara yang bisa diakses secara gratis oleh masyarakat dalam format yang bisa diolah kembali.
“Dalam proses ini, kita akan mencoba menyatukan data antarkementerian. Nanti akan ada peraturan presiden yang menaungi open data ini” tambahnya.
Di tingkat daerah, menurutnya, implementasi revolusi data untuk menghadirkan pemerintahaan yang terbuka sudah dijalankan di beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Kota Banda Aceh, Kabupaten Bojonegoro, Kota Bandung, Kota Ambon dan Provinsi Kalimantna Tengah.
Meski sudah banyak pemerintah daerah yang menyadari arti penting pemerintahan yang terbuka, menurutnya, pelaksanaan open data belum terstruktur dan terprogram dengan baik sehingga membutuhkan peraturan presiden. Namun, sebelum perpres tersebut disusun, harus ada serangkaian pembicaraan lintaskementerian.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dna Reformasi Birokrasi (PANRB) juga telah mendorong terciptanya keterbukaan pemerintahan dengan menjalin kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri Korea Selatan.
Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini mengakui saat ini sudah ada beberapa pemerintah daerah yang menerapkan prinsip e-government namun tidak sedikit pula yang belum melaksanakan hal tersebut.
“Masih terpecah-pecah, belum semua pemda melaksanakannya. Kita tidak ganggu apa yang sudah dibangun oleh pemda tapi kami akan integrasikan dengan sokongan Kementerian Informasi dan Komunikasi juga,” ujarnya.
Perpres yang akan diterbitkan itu bertujuan mendorong kesadaran pemerintah daerah untuk mewujudkan peta jalan e-government mulai tahun lalu hingga 2019.
Tahun ini, peta jalan tersebut mengagendakan penerapan e-office atau kegiatan adminsitratif secara elektronik di seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.
Korea Selatan, Rini mengungkapkan, akan memberikan bantuan konsultasi kebijakan melalui pembuatan regulasi, penciptaan sistem integrasi elektronik, serta pengembangan kapasitas dari para personel e-government.
Kerja sama antara kedua negara akan berlangsung selama tiga tahun sejak tahun ini hingga penghujung 2018 dengan membentuk komite bersama.
Pada tahun pertama, komite tersebut akan memperkuat fondasi penerapan e-government berupa penyiapan kerangka aturan, termasuk pembentukan undang-undang khusus yang didahului oleh dengan menggelar studi kelayakan.
“Pada tahun kedua kita mulai dengan melakukan pelayanan terhadap masyarakat termasuk implementasi sistem teknologi informasi sehingga bisa membuka partisipasi dari masyarakat,” katanya.
Sementara itu pada tahun terakhir, katanya, proses pengintegrasian sistem antarkementerian akan dilakukan. Selain itu, komite tersebut juga akan melakukan evaluasi penerapan yang sudah dilakukan setahun sebelumnya. ()