Bisnis.com, JAKARTA - Industri perawatan pesawat dunia diprediksi terus tumbuh seiring kebutuhan transportasi dan mobilitas antar wilayah serta dunia. Dalam 20 tahun ke depan, pusat industri perawatan pesawat diprediksi akan berpusat di kawasan Asia Pasifik.
Peluang ini harus dimanfaatkan oleh perusahaan perawatan pesawat atau yang dikenal sebagai Maintenance, Repair and Overhaul (MRO) Indonesia. Untuk itu, Indonesia terus memacu penyediaan fasilitas yang diimbangi sumber daya manusia yang mumpuni.
Menteri Perindustrian Saleh Husin menegaskan hal itu saat menerima Asosiasi Jasa Perawatan Pesawat Indonesia atau Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA), di Jakarta, Selasa malam (12/4/2106).
“Banyak alasan kami harus mendorong industri ini. Jasa penerbangan domestik dan internasional terus tumbuh, jumlah penumpang naik dan otomatis jumlah pesawat bertambah sehingga ini menjadi peluang industri MRO kita,” katanya.
Menperin menuturkan Indonesia juga merupakan salah satu sumbu lalu lintas udara di Asia dan dunia, berdampingan dengan Singapura dan negara lain seperti Malaysia serta Australia.
Sepanjang 2014, merujuk catatan Kemenperin, jasa penerbangan dengan rute nasional meningkat 18% dibandingkan pada 2013, kemudian pada rute internasional meningkat 32%. Adapun angkutan barang nasional meningkat 91% dan 71% untuk rute internasional.
Saat ini terdapat 63 maskapai penerbangan nasional dengan populasi 657 pesawat, yang didominasi pesawat jenis Boeing 737 Series sebanyak 231 unit. Selain itu terdapat 182 pesawat lain milik sekolah penerbangan dan perusahaan perkebunan dan pertambangan.
“Selama ini hanya 30% pesawat yang beroperasi di sini dirawat di Indonesia, sisanya melakukan perawatan di MRO luar negeri. Istilahnya, kita mesti tarik pulang yang 70% ini ke bengkel pesawat sendiri. Kami bidik sebagian besar pesawat dirawat dan di-overhaul di sini,” ujar Saleh.
Ketua Dewan Pimpinan IAMSA Richard Budihardianto mengatakan perusahaan MRO di luar negeri terus meningkatkan kapasitas dan penyediaan fasilitas. Dia menghitung, peluang bisnis MRO didapat dari anggaran pemiliharaan setiap maskapai sedikitnya US$1 miliar atau sekitar Rp 13,2 triliun per tahun.
“Dengan pertambahan penumpang rata-rata 15% per tahun, dan bahkan lebih maka industri MRO nasional harus meningkatkan kapasitas dan kapabilitas. Jika kita tidak bangun sendiri, asing yang akan ambil peluang,” katanya.
Pihaknya turut berupaya mendongkrak kapasitas SDM industri perawatan pesawat melalui penambahan politeknik dirgantara. IAMSA mencatat Indonsia kekurangan teksnisi penerbangan karena sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, jauh dari kebutuhan yang mencapai 1000 orang setiap tahun.
Seiring bisnis penerbangan yang tumbuh, IAMSA memperkirakan Indonesia akan membutuhkan 12.000-15.000 tenaga ahli hingga 15 tahun ke depan.
“Pendirian politeknik, termasuk mengubah politeknik umum menjadi fokus ke teknik dirgantara menjadi upaya menyiasati pemenuhan kebutuhan ini. Jadi kita sedang kebut-kebutan dan kami optimis anak-anak kita mampu mengisi peluang kerja ini,”ujarnya.