Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dongkrak Nilai Tambah, Jabar Diminta Kembangkan IKM Kakao Olahan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat didorong meningkatkan pegembangan industri pengolahan kakao berskala kecil dan menengah guna mendongkrak nilai tambah bagi masyarakat.
Buah kakao/Ilustrasi
Buah kakao/Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat didorong meningkatkan pegembangan industri pengolahan kakao berskala kecil dan menengah guna mendongkrak nilai tambah bagi masyarakat.

Penasihat Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai) Jabar Iyus Supriyatna mengatakan saat ini jumlah industri kakao di provinsi tersebut masih tergolong minim di bawah 10 unit.

"Setahu saya hingga 2009 hanya ada tiga unit pengolahan hasil (UPH) di Kabupaten Ciamis. Itupun UPH-nya hanya sampai bahan baku setengah jadi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (5/4/2016).

Menurutnya, industri pengolahan kakao tersebut nantinya dikelola oleh kelompok tani atau koperasi sehingga keuntungan yang didapatkan petani benar-benar terdongkrak.

Apalagi saat ini pasar bebas Asean sudah berjalan tentunya produk industri pengolahan kakao bisa menjadi alternatif unggulan bagi Jabar.

“Industri tersebut nantinya mengolah dulu produk turunan kakao seperti tepung, butter, dan lainnya. Sehingga ketika dijual akan mendapatkan nilai tambah,” ujarnya.

Di samping itu, di sektor hulu pemerintah perlu meningkatkan kembali produktivitas kakao rakyat Jabar bisa naik sampai dengan minimal 1.500 kwintal/ha/tahun

"Jangan lupa dari 6.500 ha kakao rakyat Jabar, produktivitasnya rendah yaitu di bawah 500 kg/ha/tahun. Jadi sebagian besar harus diremajakan dengan menggunakan klon unggul yang direkomendasikan PUSLIT KOKA Jember," ujarnya.

Agar tidak terjadi penurunan produksi dapat dilakukan secara bertahap dengan sistim sambung samping, menggunakan klon unggul untuk batang atasnya.

Sementara itu, Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jawa Barat mendorong pemerintah mengintensifkan pembinaan fermentasi kakao terhadap petani menyusul pasar bebas Asean telah diberlakukan.

Ketua Gapperindo Jabar Mulyadi Sukandar menyatakan masih rendahnya selisih harga kakao asalan dengan fermentasi menjadi pertimbangan petani untuk melakukannya. Sebab dengan fermentasi, para petani memerlukan biaya cukup tinggi serta waktu lama.

Di sisi lain, petani ingin langsung mendapatkan keuntungan saat mereka melakukan panen. "Jadi pembinaan soal fermentasi perlu diintensifkan mengingat kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di dalam negeri," katanya.

Fermentasi merupakan salah satu syarat agar kakao dalam negeri terutama Jabar bisa diserap pasar ekspor dengan harga tinggi. Saat ini petani masih mengandalkan pasar dalam negeri untuk pemasarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper