Bisnis.com, KEDIRI - Pemkot Kediri belum mau menurunkan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dengan alasan masih menunggu petunjuk resmi dari pemerintah pusat.
Kabag Humas Pemkot Kediri Apip Permana menyampaikan Pemkot hingga kini belum menerima peraturan pemerintah atau surat edaran dari pusat soal penurunan salah satu pajak daerah itu. "Jadi, Pemkot belum mengambil langkah," katanya, Selasa (5/4/2016).
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi XI, pemerintah mengimbau pemda menurunkan tarif BPHTB dari maksimal 5% menjadi maksimal 1% untuk mengungkit sektor properti.
Pemotongan tarif BPHTB akan melengkapi pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) pengalihan real estate dalam skema kontrak investasi kolektif tertentu (DIRE) dari 5% menjadi 0,5%.
Insentif fiskal ini digadang-gadang pemerintah akan menghasilkan dana investasi jangka panjang yang bakal menunjang percepatan pembangunan infrastruktur.
Adapun tarif BPHTB yang dikutip Pemkot Kediri saat ini masih 5%. Jenis pajak itu selama ini penyumbang terbesar ketiga penerimaan pajak daerah Kota Tahu setelah pajak penerangan jalan serta pajak bumi dan bangunan dengan kontribusi sekitar 18%-23% sejak 2013.
Adapun tahun ini, Pemkot menargetkan penerimaan BPHTB Rp15,6 miliar atau 22,6% dari target seluruh penerimaan pajak daerah senilai Rp68,9 miliar.
Jika tarif dipangkas menjadi 1%, maka penerimaan BPHTB otomatis berkurang. Namun, Apip enggan menanggapi kemungkinan itu.
Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Kediri berharap Pemkot segera menurunkan tarif BPHTB untuk mengangkat sektor properti di kota itu yang stagnan.
Ketua Kadin Kota Kediri Solihin mengatakan sisi suplai maupun permintaan terhadap properti akan menggeliat jika imbauan pemangkasan tarif direalisasikan pemda.
"Biaya produksi turun, pengembang akan bergairah membangun. Biaya produksi turun, harga rumah pun turun. Ini akan memicu permintaan," kata Solihin.
Selama dua tahun terakhir, tutur dia, sektor properti di Kota Kediri tiarap karena bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang tinggi.
Mengutip dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2016, sumbangan sektor bangunan tidak pernah beranjak dari 0,2% terhadap produk domestik regional bruto setidaknya dalam kurun 2009-2012.
Tak ada data mutakhir, tetapi Solihin menyebut sektor properti hampir tak bergerak dalam dua tahun terakhir. "Ada yang membangun, tetapi tidak ada yang membeli. Kolega saya punya realestat, tetapi enggak laku sampai sekarang. Akhirnya tanahnya dipagari, tidak ada pembangunan, karena tidak ada pembeli," ungkapnya.
Menurutnya, Kota Kediri adalah pasar rumah tipe menengah ke bawah. Rumah mewah, apalagi apartemen, belum cocok dikembangkan di Kota Tahu. Adapun pengembang perumahan di Kota Kediri sejauh ini berasal dari wilayah setempat. "Kediri ini kota yang tidak besar, kecil pun tidak. Kalau dikasih rumah yang mahal, warga sulit beli," tuturnya.