Bisnis.com, JAKARTA--Badan Urusa Logistik atau Bulog diminta tidak melakukan monopoli impor terhadap produk jagung yang digunakan untuk pakan ternak dan sebelum menerapkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan impor, semestinya pemerintah dapat melibatkan pihak swasta dan jangan memusuhinya.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton J Supit menyikapi kebijakan pemerintahan dalam membatasi impor terhadap produk jagung dan kedelai pakan ternak. Kebijakan yang telah dilakukan sejak Agustus 2015 itu, menurutnya, membuat konsumen merugi karena harga melambung tinggi.
“Puncaknya terjadi pada saat dimulainya pembatasan impor. Harga jagung naik dari sebelumnya Rp 3.000 menjadi Rp 7.000 per kilogramnnya,” ujarnya dalam rilis yang diterima Senin (4/4/2016).
Anton sependapat bahwa perlu adanya pemberdayaan petani dalam negeri. Namun jika pemerintah ingin memberlakukan pembatasan impor tentunya harus dibarengi dengan data produksi dalam negeri yang akurat.
Lebih jauh Anton juga mengingatkan bahwa cara berpikir yang keliru kalau semangat anti-impor itu dijadikan dogma yang bersifat dosa. “'Itu sudah tidak benar. Kalau negara lain sudah berpikir seperti itu, lantas barang kita nanti mau dijual kemana”, ujarnya.
Terkait peran Bulog yang sekarang ini diberi kewenangan mengendalikan keran impor, Anton berharap pemerintah seharusnya bisa mengikuti aturan. Semestinya, kata dia, kewenangan ekspor dan impor itu ada di bawah kendali Kementerian Perdagangan. Sementara kementerian pertanian itu bertanggungjawab untuk membela petani.
“Tentunya harus ada koordinasi agar tidak ada overlapping. Oleh karena itulah, peranan menteri koordinator menjadi penting untuk mekanisme impor karena di sini ada dua kepentingan, konsumen dan petani,'” cetusnya.