Bisnis.com, JAKARTA - Para maskapai niaga nasional keberatan dengan kebijakan Kementerian Perhubungan yang membatasi pergerakan pesawat menjadi 60 pergerakan/jam di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.
Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto mengatakan keberatan para maskapai tersebut dilontarkan ketika Direktorat Perhubungan Udara menggelar pertemuan dengan maskapai pada awal pekan ini.
Dia menjelaskan keberatan maskapai disebabkan bahwa alokasi waktu terbang atau slot time pada April-September sudah disetujui sebelumnya oleh Indonesia Airport Slot Management (IASM) dan AirNav Indonesia.
“Karena sudah disetujui, sebagian tiket perjalanan sudah dijual. Apabila harus digeser, hal ini bisa mengakibatkan ketidaknyamanan bagi para penumpang yang sudah membeli tiket tersebut,” katanya, Selasa (30/3/2016).
Selain itu, lanjut Bayu, maskapai juga kesulitan dalam menggeser jadwal penerbangan ke waktu yang lebih malam. Pasalnya, hingga saat ini, bandara-bandara tujuan belum menunjukkan kesiapannya dalam memperpanjang jam operasi bandara.
Dia menambahkan setidaknya ada lima maskapai yang terkena dampak dari pemerataan pergerakan pesawat tersebut antara lain seperti PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), Lion Air, Sriwijaya Air, Nam Air, dan Citilink.
“Keberatan maskapai itu justru belum bisa dijawab oleh pihak Direktur Angkutan Udara. Kami hanya dijanjikan solusinya secara verbal saja. Worst case-nya, saya kira ini hanya bertujuan untuk mengurangi flight saja,” tuturnya.
Bayu juga menambahkan bahwa maskapai yang terkena dampak harus mengajukan perubahan perencanaan terbang yang baru dari dan ke Bandara Soekarno Hatta, kepada Direktur Angkutan Udara paling lambat pekan depan.
Seperti diketahui, Kemenhub keukeuh mengurangi pergerakan pesawat maksimal menjadi 60 pergerakan/jam dari sebelumnya 72 pergerakan per/jam. Hal itu tertuang dalan Instruksi Menteri No. 19/2015 tentang perataan distribusi jadwal penerbangan.
Berdasarkan kapasitas slot time musim dingin terakhir, terdapat sejumlah slot time yang utilisasinya masih rendah, dibawah 50%. Oleh karena itu, slot time yang utilitasnya terlalu tinggi akan digeser ke slot time yang masih rendah tersebut.
Sementara itu, Konsultan Penerbangan CommunicAvia Gerry Soejatman menilai pemerataan pergerakan pesawat menjadi 60 pergerakan/jam tidak tepat karena dikeluarkan tanpa ada terlebih dahulu persiapan atau antisipasi yang matang.
“Apakah sudah dipikirkan juga bagaimana dampak ekonominya, karena masyarakat ini tidak akan selancar sebelumnya dalam bepergian. Saya kira ini tidak tepat karena tidak dipikirkan secara menyeluruh, dan hanya di satu sisi saja,” ujarnya.
Selain itu, pemerataan pergerakan pesawat juga berpeluang menggerus pendapatan pengelola bandara, yakni PT Angkasa Pura II. Padahal, Angkasa Pura II sendiri tengah berbenah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kian meningkat.
Oleh karena itu, dia menilai kebijakan tersebut lebih baik dicabut karena tidak sinkron dengan kebutuhan masyarakat, termasuk industri penerbangan. Bahkan, rencana pemerintah menggenjot pariwisata juga berpotensi terganggu.
“Solusi meningkatkan kapasitas kursi pesawat dengan cara menggunakan pesawat widebody pun tidak akan bisa mengingat kapasitas atau kekuatan landasan pacu di bandara-bandara tujuan masih terbatas,” katanya.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai 72 pergerakan per jam di Bandara Soekarno Hatta seharusnya dapat dipertahankan. Bahkan, seharusnya jumlah pergerakan tersebut sudah saatnya ditambah.
“Kalau dikurangi karena kemampuannya terbatas, maka harus ada upaya kerja keras meningkatkan kapasitas tersebut. Jika tidak, bakal terjadi suppressed demand, sehingga pertumbuhan juga akan terhambat,” jelasnya.
Danang berharap pemerintah segera melakukan perbaikan terhadap operasional Air Traffic Control (ATC), mulai dari penambahan SDM, penggunaan teknologi terbaru, dan manajemen operasi yang lebih efektif dan efisien.