Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENCUCIAN UANG & PENGGELAPAN PAJAK: PPATK, Ditjen Pajak dan Bea Cukai Diminta Integrasi Data

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai diminta untuk mengintegerasikan data dan memperbaiki IT paling lambat pada akhir tahun ini dalam upaya pemberantasan praktek pidana pencucian uang dan penggelapan pajak.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung/Jibiphoto-Gigih M. Hanafi
Sekretaris Kabinet Pramono Anung/Jibiphoto-Gigih M. Hanafi

Bisnis.com, JAKARTA–Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai diminta untuk mengintegerasikan data dan memperbaiki IT paling lambat pada akhir tahun ini dalam upaya pemberantasan praktek pidana pencucian uang dan penggelapan pajak.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan ketiga institusi tersebut menggunakan data bersama sehingga didapatkan data valid sebagai tolak ukur mengkaji objek pajak yang selama ini masih belum mematuhi kewajiban.

“Dengan terintegrasi ini, kami juga akan meyakini adanya peningkatan tax ratio yang saat ini hanya 11%, bertambah menjadi 15% ke depan,” katanya, usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (21/3/2016).

Selain itu, Pramono mengatakan dengan rencana implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI) secara global pada 2018, akan menjadi kesempatan bagi siapapun yang saat ini menyimpan uangnya di luar negeri untuk segera berkoordnasi dengan Kemenkeu.

“Ini kesempatan bagi siapapun yang saat ini masih menyimpan uang di luar agar kemudian tidak menjadi permasalahan di kemudian hari,” ujarnya.

Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan mengatakan dengan semakin transparannya pelaksanaan perpajakan dunia, perlu dilakukan koordinasi secara komperhensif mengenai data dan integrated IT system, yang akan segera dikembangkan di Ditjen Pajak dan Bea Cukai

“Misalnya di Kepabeanan bisa langsung lihat implikasinya terhadap pajak. Demikian juga sistemnya nanti bisa menangkap segala macam transaksi yang terjadi di republik ini, terutama yang terkait dengan jual beli,” ujar Bambang.

Adapun, Bambang menyatakan bahwa saat ini pemerintah telah memiliki data 6.000 WNI yang memiliki rekening di luar negeri namun belum tercatat dalam SPT pajak.  Selain itu, dia mengatakan setidaknya ada 2.000 PMA yang selama 10 tahun terakhir tidak membayar pajak karena mengklaim bisnisnya merugi.

“Padahal menurut perhitungan, harusnya perusahaan tersebut membayar rata-rata Rp25 miliar setahun, jadi dalam 10 tahun kita kehilangan hampir Rp500 triliun hanya dari PMA yang tidak comply. Ini bagian dari penggelapan pajak yang harus dibereskan,” jelasnya.

Selain itu, Ditjen Pajak dan PPATK akan terus menelusuri wajib pajak (WP) yang belum patuh membayar pajak pribadi. Saat ini saja, dia mengatakan dari 5 juta WP, baru 900 WP yang terbukti membayar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper