Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah belum menemukan solusi bagi petani karet yang penghasilannya tergerus karena harga anjlok. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan telah menggelar rapat koordinasi membahas perkebunan dan peternakan.
Salah satu yang dibicarakan terkait solusi untuk meningkatkan pendapatan petani karet di tengah harga yang terus merosot hingga Rp3.000 hingga Rp4.000 per kilogram. Padahal sebelumnya harga karet sempat dua kali lipat dari harga saat ini. Namun, rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Perdagangan Thomas Trikasig Lembong dan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) tersebut belum menemukan solusi.
Dia berdalih rapat yang digelar kali ini merupakan rapat pertama. Pemerintah masih membutuhkan waktu seminggu lagi untuk merumuskan solusi. Dia hanya memberikan arahan solusi tidak bisa berupa bantuan langsung. Salah satu solusi yang terpikir oleh Darmin berupa penanaman tanaman semusim. "Kita cari kegiatan yang bisa menaikkan penghasilan mereka [petani karet]," katanya di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Lebih jauh, dia menambahkan Presiden Joko Widodo telah meminta kementerian terkait untuk menyiapkan solusi bagi petani karet dalam tempo cepat. Di luar itu, Darmin mengungkapkan pemerintah perlu mendorong kenaikan komoditas karet agar pendapatan petani meningkat secara otomatis. Caranya dengan meningkatkan kebutuhan maret dengan mendorong industri pemrosesan karet. Sementara itu, Ketua Umum Gapkindo Moenardji Soedargo menambahkan upaya penurunan harga karet baru disiasati dengan kesepakatan pengurangan produksi karet melalui Export Tonnage Scheme (AETS) antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Maret hingga 31 Agustus 2016. Dia menilai reaksi atas kesepakatan tersebut masih belum cepat. Namun, Gapkindo telah mulai bergerak. "Saya yakin cepat atau lambat akhirnya akan terasa di tingkat petani," ungkapnya. Saat ini harga karet sudah mulai menanjak perlahan dari US$1.040 per metrik ton menjadi US$1.280 per metrik ton. Padahal, AETS baru mulai awal bulan ini. Gapkindo ingin menunjukkan kepada Malaysia dan Thailand, Indonesia serius menjalankan AETS. Dia menjanjikan penerapan AETS tidak akan mengurangi pembelian karet alam dari petani.
Pelaku industri akan menahan produksi agar tidak ada pemutusan hubungan kerja. Gapkindo menargetkan produksi tahun ini sebesar 3,1 juta ton. Target ini kurang lebih sama dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut jauh dari kapasitas terpasang industri karet nasional yang mencapai 5 juta ton.
Pihaknya mengaku kekurangan pasokan karet alam untuk memaksimalkan produksi. Dari total 3,1 juta ton, sebanyak 600.000 ton diserap industri karet di Indonesia seperti pabrik ban, conveyor, dan sol sepatu. Sisanya baru akan diekspor. "Kami usulkan pasar hilir dalam negerinya ditambah dengan infrastruktur. Aspal karet atau tiap bangunan harus pakai seismik karet," jelasnya.