Bisnis.com, JAKARTA--Kalangan pengembang belum banyak berharap bisnis properti akan membaik sepanjang semester I-2016, meski pemerintah sudah meluncurkan banyak paket kebijakan ekonomi sejak tahun lalu.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan upaya yang dilakukan pemerintah melalui peluncuruan sejumlah paket kebijakan ekonomi sudah cukup baik untuk mengupayakan perbaikan ekonomi.
Akan tetapi, kata dia, dampaknya baru akan mulai terasa di semester II-2015. Untuk itu, dirinya berharap Bank Indonesia mampu untuk mengendalikan gejolak harga rupiah.
“Saya khawatir akan ada gejolak dollar lagi di Maret, itu akan sangat berpengaruh juga terhadap pertumbuhan bisnis properti. Upaya pemerintah sudah cukup baik, tapi BI harus pandai menjaga dollar saja,” katanya, Senin (15/2/2016).
Lagipula, paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah umumnya tidak secara langsung ditujukan ke sektor perumahan. Kalangan pengembang hanya berharap pada efek berantai yang ditimbulkan paket-paket tersebut.
Kebijakan terkait pelonggaran suku bunga untuk pengembang pun belum ada, sementara masalah suku bunga menjadi faktor penting perlambatan. Penurunan suku bunga BI 25 basis poin menurutnya tidak cukup signifikan pengaruhnya.
“Kita berharap ada penurunan satu digit dari suku bunga bank pelaksana karena itu pun masih cukup tinggi. Dibandingkan bank luar negeri kan sangat jauh bedanya,” katanya.
Sepanjang tahun lalu, geliat pembangunan dan penjualan perumahan belum cukup bergairah. Dirinya pun mempertanyakan data realisasi program sejuta rumah yang dipublikasikan pemerintah.
“Walaupun laporan dari pemerintah sudah sekian banyak yang dibangun, tapi menurut saya sih nggak benar itu. Nggak ada. Mana ada orang mau bangun banyak kalau jualnya tidak laku, akan terbebani juga kan,” katanya.
Publikasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyebutkan realisasi program sejuta rumah tahun lalu mencapai 700.144 unit per 31 Desember 2015, atau mencapai 70% dari target.
Senada, riset konsultan properti PT Cushman & Wakefield Indonesia juga menyebutkan jumlah transaksi perumahan serta nilai penyerapan unit secara keseluruhan mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun lalu.
Menanggapi kondisi pasar yang melemah, beberapa pengembang cenderung untuk meluncurkan unit rumah dengan harga yang lebih terjangkau dan mudah diserap oleh pasar. Lebih dari setengah jumlah pasokan baru berada pada segmen bawah sampai menengah, atau sekitar 75% dari total pasokan baru.
“Akibatnya, terjadi penurunan penyerapan dalam rupiah yang cukup signifikan selama periode tersebut. Penurunan ini bahkan tercatat sebagai penurunan terbesar dalam lima tahun terakhir,” ungkap riset tersebut.