Bisnis.com, JAKARTA - Dalam satu tahun terakhir, jumlah lahan yang ditanami tebu di kawasan Jawa Tengah menyusut hingga 21,6%. Harga yang tidak sesuai menjadi alasan utama banyaknya petani tebu yang berpaling dan memilih komoditas lain terutama padi.
“Banyak yang beralih karena tidak cocok harganya. Mereka lebih memilih menanam telo [ubi]. Katanya lebih laku dibandingkan dengan tebu. Kami tidak bisa mengatur, kan itu tanah mereka,” kata Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Jawa Tengah Yuni Astuti belum lama ini.
Akibat peralihan komoditas tersebut, Dinas Perkebunan Jateng mencatat total area perkebunan tebu pada akhir 2015 seluas 58.000 hektare, berkurang 16.000 hektare dibandingkan dengan 2014 yang mencapai 74.000 hektare.
Kendati luas areal perkebunan tebu menyusut, sambungnya, sebetulnya seluruh areal tebu di Jateng sudah mampu memenuhi jumlah kebutuhan produksi pabrik gula (PG) milik pemerintah yang dioperasikan oleh PT Perkebunan Nusantara IX (Persero).
Berdasarkan penghitungan Dinas Perkebunan, kebutuhan produksi tebu dari PG milik PTPN IX mencapai sekitar 35.000 hektare. “Kalau 58.000 hektare bisa masuk semua, sebetulnya sudah lebih. Namun, selama ini tebu yang ada tidak masuk pabrik itu, tapi lari ke pabrik lain. Petani mencari pabrik bagus, yang bisa menghasilkan rendemen [gula] yang tinggi,” tuturnya.
Permasalahan memang sering kali muncul, lantaran petani merasa pabrik tidak mem berikan harga yang sesuai, dan sebaliknya pabrik merasa kualitas tebu yang dihasilkan petani tidak terlalu bagus.
Yuni mencatat rata-rata rendemen tebu di Jateng sebesar 7,3%, jauh lebih rendah dibandingkan rendemen di Jawa Timur yang sudah mencapai 10%. Oleh karena itu, peralatan pabrik yang memadai sangat dibutuhkan untuk menghasilkan rendemen yang maksimal.
“Perlu dibina hubungan antara pabrik dengan petani. Kalau peralatan sudah bagus, petani juga harus memastikan kualitas tanaman juga bagus. Kuncinya adalah kerja sama,” katanya.
Terkait dengan masalah tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendukung rencana revitalisasi empat pabrik gula di Jawa Tengah, yakni pabrik yang terletak di Mojo, Rendeng, Sragi, dan Pangka.
Dengan catatan, PTPN harus membuat komitmen jaminan pembelian tebu petani. Hal itu dibutuhkan untuk menjaga penyerapan hasil panen dan meningkatkan kesejahteraan buruh tani.
“Kami baru mengatur rencana aksinya, dengan harapan produksi bisa meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Sejumlah PG di Jateng yang selama ini mangkrak akan kembali dioperasikan. Diharapkan para pengelola menerapkan manajemen yang modern,” tambahnya.
REVITALISASI PG
Terkait swasembada gula, Ganjar meminta instansi terkait seperti Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, dan juga PTPN untuk diskusi bersama membuat rencana aksi. Mulai dari pemetaan tanah guna penambahan luasan lahan hingga revitalisasi pabrik gula.
“Dari pemerintah nanti juga ikut mendorong dengan memberikan bantuan seperti bantuan bibit unggul, pupuk bersubsidi, hingga pendampingan penyuluh untuk menjaga kualitas rendemen,” tuturnya.
Direktur Utama PTPN XI Dolly P. Pulungan mengatakan pihaknya telah diminta oleh Kementerian BUMN untuk membantu PTPN IX dalam proses pengelolaan delapan PG di Jawa Tengah. PTPN XI sendiri mengelola 16 unit pabrik gula di Jawa Timur.
Kapasitas produksi dari masing-masing pabrik yang akan direvitalisasikan akan ditingkatkan menjadi 4.000 ton per hari dari sebelumnya sekitar 2.200 ton—2.800 ton per hari. Dengan begitu, tebu yang diperoleh dari petani bisa dimanfaatkan dengan maksimal.
Dolly menuturkan berbagai kendala yang terjadi menyebabkan pabrik tidak mampu beroperasi dengan maksimal, seperti mesin di pabrik yang terlalu tua dan belum diperbaiki, sistem yang ada belum di-upgrade, serta sistem operasional yang belum efisien.
“Potensinya masih bagus, sehingga akan dikembangkan secara bertahap. Ke depan, akan disesuaikan lagi upaya pengembangan untuk pabrik-pabrik lainnya,” ungkapnya.
Komisaris PTPN XI Dedy Mawardi menambahkan langkah yang dilakukan saat ini merupakan upaya untuk menciptakan sinergi, sehingga swasembada gula bisa direalisasikan. “Di situ butuh peran pemda juga. Karena itu kami harapkan gubernur bisa turut terlibat dalam rencana tersebut. Tujuannya adalah meningkatkan produksi gula nasional, sehingga kita tidak perlu impor gula lagi,” katanya.
Revitalisasi pabrik di Jawa Tengah merupakan bagian dari peta jalan untuk mencapai swasembada gula pada 2019. Untuk menyentuh target produksi gula 4 juta ton per tahun, tentu masih banyak pekerjaan rumah lainnya yang harus dikerjakan. Semua pihak dituntut berlari kencang. ()