Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui ada indikasi masalah pada aspek distribusi dan sistem logistik serta tata niaga sehingga menyebabkan harga beras menjadi tidak wajar.
Suwandi, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, menuturkan anomali harga dapat dilihat dari data pasokan beras dan harga di tataran konsumen secara bulanan dalam 5 tahun terakhir. Pasokan beras bulanan, paparnya, berfluktasi sesuai dengan musim produksi sedangkan harga beras di level konsumen pun demikian akibat faktor ekonomi dan non-ekonomi.
Suwandi memaparkan harga gabah di kalangan petani mencapa Rp 3.700/kg Gabah Kering Panen dengan memakai harga Harga Pembelian Pemerintah, dan bila dikonversi dan ditambah biaya olah menjadi beras setara Rp 6.359/kg. Namun, katanya, ternyata harga beras di konsumen berkisar Rp 10.172/kg.
"Hal ini menunjukkan ada disparitas harga tidak wajar, yang mengindikasikan ada masalah pada aspek distribusi, sistem logistik, tata niaga, struktur dan perilaku pasar. Semestinya disparitas harga dan anomali pasar ini menjadi fokus penyelesaian masalah," kata Suwandi dalam rilisnya yang dikutip Bisnis.com, Kamis (4/2/2016).
Kementan menyatakan anomali harga beras, disparitas harga maupun anomali pasar yang kronis tersebut, sudah waktunya dirombak sehingga menjadi struktur pasar baru yang lebih berkeadilan. Suwandi menuturkan adil dalam arti setiap pelaku antara produsen, pedagang dan konsumen saling menikmati manfaat.
Sumber resmi data BPS menyatakan bahwa ARAM-II 2015 memprediksi produksi padi 2015 sebesar 74,9 juta ton atau naik 5,85%, jagung naik 4,34%, kedelai 2,93% dibandingkan 2014.