Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Pengusaha Anggap Batas Harga Rusun Bebas PPN Tidak Efektif

Realestate Indonesia menilai ketentuan batasan harga per unit rumah susun sederhana milik atau rusunami yang dapat dikenakan pembebasan PPN 10% kurang menguntungkan bagi pengembang dan masyarakat.
Foto ilustrasi sebuah rusun
Foto ilustrasi sebuah rusun

Bisnis.com, JAKARTA - Realestate Indonesia menilai ketentuan batasan harga per unit rumah susun sederhana milik atau rusunami yang dapat dikenakan pembebasan PPN 10% kurang menguntungkan bagi pengembang dan masyarakat.

Ketentuan tersebut diatur dalam PMK 269/PMK.010/2015. Beleid tersebut menyebutkan harga jual rusunami yang bisa mendapatkan fasilitas pembebasan PPN 10% tidak melebihi Rp250 juta, dengan luasan paling sediki 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2.

Ketua Umum DPP Realestate Indonesia (REI) Eddy Hussy mengatakan, meski pihaknya mengapresiasi kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah tersebut, tetapi ketentuan batas harga sebesar maksimal Rp250 juta menurutnya masih kurang ideal.

Apalagi, batasan harga itu ditetapkan secara sama rata untuk seluruh wilayah di Indonesia. Peraturan tersebut menurutnya tidak efektif bagi rusunami yang dibangun di Jakarta atau kota-kota besar lainnya yang harga tanahnya sudah sangat tinggi.

Selain itu, tingginya biaya konstruksi menyulitkan pengembang untuk menyediakan rusunami tipe 36 dengan harga tersebut. Alhasil, rusunami yang terbangun dan dapat menikmati fasilitas itu nantinya hanya yang bertipe kecil, atau tipe 21 sesuai batasan minimal luasan rusunami dalam beleid tersebut.

Masyarakat yang ingin memiliki rusunami dengan tipe 36 pun akhirnya tetap saja tidak dapat menikmati fasilitas tersebut karena harga yang diberikan pengembang lebih dari Rp250 juta.

“Menurut saya akan lebih ideal kalau harganya ditentukan dengan patokan per meter persegi. Kalau dengan harga maksimal Rp250 juta semua, rumahnya ya kecil-kecil saja, hanya bisa yang satu kamar,” katanya kepada Bisnis, dikutip Selasa (19/1/2016).

Eddy menilai, untuk wilayah Bodetabek atau wilayah penyangga Jakarta, harga per meter persegi cukup ideal dengan Rp9,5 juta. Namun, untuk wilayah Jakarta, nilai tersebut sudah tidak memadai karena harga tanah yang sudah terlampau tinggi.

Kebijakan pemerintah tersebut, tuturnya, masih kurang menarik untuk memacu pengembang menyediakan rumah bagi kelas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, beleid tersebut belum memberikan keterangan terkait penyesuaian harga tiap tahun.

Padahal, harga unit properti setiap tahun mengalami peningkatan karena dipacu oleh inflasi, peningkatan harga material dan upah pekerja. Hal ini menyulitkan pengembang dan masyarakat untuk melakukan kalkulasi keuangan dalam pasar properti.

“Jadi setiap tahun mestinya kita tidak perlu minta penyesuaian harga lagi. Masyarakat juga akan lebih mudah prediksi tahun depan bisa beli dengan harga sekitar sekian, jadi dia bisa menabung dengan pasti,” katanya.

Eddy mengatakan, pihaknya masih akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait implementasi kebijakan tersebut di pasar. Dirinya berharap masih akan ada penjabaran lebih menarik lagi dari beleid tersebut yang lebih mendukung pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper